LuFenSio. Diberdayakan oleh Blogger.

RSS
Container Icon

MENTAL YANG SEHAT


BAB I
PENDAHULUAN
A.       LATAR BELAKANG
Fisik dan mental adalah kesatuan dalam eksistensi manusia. Kesehatan fisik manusia mempengaruhi mental, sebaliknya mental mempengaruhi keadaan fisik. Ini berarti selalu ada keterkaitan antara keduanya sehinga akan terasa kurang jika hanya membahas salah satunya saja.
Setiap orang perlu memupuk kesehatan mental sehingga tercipta sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam arti manusia yang mampu mengolah alamnya dengan baik, manusia yang mampu menjadi pemikir bangsa juga menjalankan roda pemerintahan. Ini bisa terwujud dengan banyak cara, salah satunya adalah membina hubungan yang baik dengan lingkungan sekitar. Dengan adanya hubungan yang baik, maka seseorang akan lebih mudah dalam berinteraksi. Ini juga akan berpengaruh pada kualitas kerjanya. Seseorang yang tidak stress akan dengan mudah menyelesaikan segala pekerjaannya.

Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan mental seseorang seperti pola asuh keluarga dan hubungan dengan lingkungan sosial. Orang yang mengalami gangguan emosional dapat berakibat pada pengurangan interaksi sosial. Dan rendahnya interaksi sosial akan menimbulkan gangguan mental. Sehingga akan menjadikan tidak efektifnya kerja seseorang.
Kesehatan mental pada prinsipnya berlaku bagi semua lapisan usia. Anak, remaja, orang dewasa dan lansia membutuhkan kesehatan mental sesuai dengan perkembangannya. Kesehatan mental bagi anak, selain bermaksud menumbuh-kembangkan potensi yang dimiliki, sekaligus mencegah kemungkinan munculnya gangguan mental. Hal yang sama juga berlaku bagi remaja. Sedangkan kesehatan mental bagi dewasa dan lansia, sekalipun aspek promosi kesehatan mental tetap dibutuhkan, yang juga sangat penting diperhatikan adalah mempertahankan kemampuan yang dimiliki sekaligus mencegah munculnya gangguan mental pada mereka. Kesehatan mental bagi anak, remaja, orang dewasa dan lansia dapat dikembangkan melalui program-program yang efektif dan dapat melibatkan sasaran yang lebih luas.
Pada suatu saat dalam kehidupannya, manusia tentu pernah mengalami suatu kejadian yang begitu membekas dalam seluruh struktur kepribadiannya. Peristiwa tersebut disebut peristiwa traumatis. Contohnya adalah kematian orang yang dicintai, kegagalan dalam menempuh ujian, maupun pengalaman yang tidak menyenangkan yang membuat takut. Peristiwa-peristiwa traumatik seperti itu akan mempengaruhi kondisi psikologis seseorang sehingga pola perilakunya berubah.


B.       RUMUSAN MASALAH
1.       PENGERTIAN MENTAL YANG SEHAT
2.       TEORI-TEORI MENTAL YANG SEHAT
3.       KARAKTERISTIK MENTAL YANG SEHAT
4.       PRINSIP DALAM KESEHATAN MENTAL
5.       PENGERTIAN GANGGUAN MENTAL
6.       KRITERIA PENENTU GANGGUAN MENTAL
7.       ANGGAPAN YANG SALAH MENGENAI GANGGUAN MENTAL
8.       FAKTOR GANGGUAN MENTAL
9.       NOSOLOGI DAN TAKSOLOGI GANGGUAN MENTAL
10.    KLASIFIKASI GANGGUAN MENTAL


C.       TUJUAN
1)       Dapat mengetahui pengertian kesehatan mental
2)       Dpat mempelajari berbagai teori-teori mental yang sehat
3)       Dapat mengetahui apa saja karakteristik mental yang sehat
4)       Dapat mengetahui prinsip-prinsip dalam kesehatan mental
5)       Dapat mengetahui pengertian gangguan mental
6)       dapat memahami kriteria penentu gangguan mental
7)       Mengetahui angapan-angapan yang salah mengenai gangguan mental
8)       Dapat mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan gangguan mental
9)       Dapat mengetahui Nosologi dan taksologi gangguan mental
10)   Dapat mengetahui klasifikasi gangguan mental


BAB II
PEMBAHASAN

1.       PENGERTIAN MENTAL YANG SEHAT
1.       Sehat Mental Karena Tidak Mengalami Gangguan Mental
Kalangan klinisis klasik menekankan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang tahan terhadap sakit jiwa atau terbebas dari sakit dan gangguan jiwa.
Pandangan klinisi ini sebagaimana yang di kemukakan Vaillant (1976) bahwa kesehatan mental atau psikologis itu “as the presence of succesful adjustment or the absence of psychopatology.” sebagai adanya penyesuaian berhasil atau tidak adanya psychopatology dan yang dikemukakan Kazdin yang menyatakan kesehatan mental “as a state in which there is...an absence of dysfunction in psikological, emotional, behavioral, and social spheres sebagai negara di mana ada tidak adanya disfungsi di bidang psikologis, emosional, perilaku, dan sosial

Sehat jika  tidak terdapat sedikit pun gangguan psikis, dan jika ada gangguan psikisnya maka di klasifikasikan sebagai orang yang sakit. Sehat dengan pengertian “terbebas dari gangguan” berarti jika ada gangguan sekalipun sedikit adanya, seorang tersebut dianggap tidak sehat.

2.       Sehat Mental Jika Tidak Sakit Akibat Adanya Stressor
Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang dapat menahan diri untuk tidak jatuh sakit akibat stressor (pembuat stress). Pengertian ini menekankan pada aspek individual. Seseorang yang tidak sakit meskipun mengalami tekanan-tekanan maka menurut pengertian ini adalah orang yang sehat.
Sekalipun pengertian ini sedikit lebih maju dibandingkan dengan pengertian yang dikotomis sehat atau sakit, namun pengertian yang dikemukakan clausen ini tetap mendapatkan banyak kritikan, terutama yang berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam merespons stressor. Kritik tersebut adalah bahwa setiap orang memiliki kerentanan yang berbeda terhadap stressor karena faktor genetik, proses belajar, dan budayanya. Dan terdapat perbedaan intensitas stressor yang diterima untuk setiap orang sehingga sangat sulit untuk menilai apakah dia tahan atau tidak terhadap stressor.

3.       Sehat Mental Jika Sejalan dengan Kapasitasnya dan Selaras dengan Lingkungannya
Michael dan Kirk Pstrick memandang bahwa individu yang sehat mentalnya jika terbebas dari gejala psikiatris dan individu itu berfungsi secara optimal dalam lingkungan sosialnya. Pada pengertian ini terdapat aspek individu dan aspek sosial, dimana seseorang yang sehat mental itu jika sesuai dengan kapasitasnya diri sendiri, dapat hidup tepat selaras dengan lingkungan.
Pengertian ini sedikit maju dibanding dengan pengertian yang dikemukakan klinisi yang dikotomis maupun Clausen yang individual. Namun pengertian ini tak luput dari kritikan, karena konsep ini menekankan “hidup selaras dengan lingkungan” dapat menjerumuskan seseorang. Adaptasi tanpa selektif selalu ingin menyerupai atau mengikuti kehendak lingkungan juga pada dasarnya tidak sehat.

4.       Sehat Mental karena tumbuh dan Berkembang secara Positif
Frank, L.K. merumuskan pengertian kesehatan mental lebih komprehensif dan melihat sisi kesehatan mental secara”positif”. Dia mengemukakan bahwa kesehatan mental adalah orang yang terus menerus tumbuh, berkembang dan matang dalam hidupnya, menerima tanggung jawab, menemukan penyesuaian dalam berpartisipasi dalam memelihara aturan sosial dan tindakan dalam budayanya. mengemukakan tiga ciri pokok mental yang sehat: the person displays active adjustment, or attempts at mastery of his environment, in contrast to lack of adjustment or indiscriminate adjustment through passive acceptance of social condition (a) the person manifests unity of personality-the maintenance of a stable integration which derives from active adjustment (b) the person perceives the world and himself correctly, independent of his personal needs. Artinya menampilkan orang penyesuaian aktif, atau upaya penguasaan lingkungannya, berbeda dengan kurangnya penyesuaian atau penyesuaian sembarangan melalui penerimaan pasif kondisi sosial (a) orang tersebut memanifestasikan kesatuan pemeliharaan kepribadian dari sebuah integrasi yang stabil yang berasal dari penyesuaian aktif (b) orang memandang dunia dan dirinya benar, independen kebutuhan pribadinya.

Dari berbagai pengertian yang ada,Johada
Pada saat kongres kesehatan mental di london, 1948 merumuskan pengertian kesehatan mental sebagai berikut:
a)       Kesehatan mental sebagai kondisi yang memungkinkan adanya perkembangan yang optimal baik fisik, intelektual dan emosional, sepanjang hal itu sesuai dengan keadaan orang lain.
b)       Sebuah masyarakat yang baik adalah masyarakat yang membolehkan perkembangan ini pada anggota masyarakatnya selain pada saat yang sama menjamin dirinya berkembang dan toleran terhadap masyarakat yang lain(WFMH, 1961).
Dalam konteks federasi kesehatan mental Dunia ini jelas bahwa kesehatan mental itu tidak cukup dalam pandangan individual belaka tetapi sekaligus mendapatkan dukungan dari masyarakatnya untuk berkembang secara optimal.
Dengan demikian, pengertian kesehatan mental sangat banyak. Untuk membantu memahami makna kesehatan mental, terdapat prinsip-prinsip yang dapat dijadikan sebagai pegangan. Prinsip-prinsip pengertian kesehatan mental sebagai berikut:
1.       Kesehatan mental adalah lebih dari tiadanya perilaku abnormal.
2.       Kesehatan mental adalah konsep yang ideal
3.       Kesehatan mental sebagai bagian dan karakteristik kualitas hidup.

2.       TEORI-TEORI MENTAL YANG SEHAT
Di kalangan ahli kesehatan mental, istilah yang digunakan untuk menyebut kesehatan mental , berbeda-beda. Kreteria yang dibuat pun tidak sama secara tekstual, meskipun memiliki maksud yang sama. Dapat disebut disni, Maslow menyebut kondisi optimum itu dengan self-actualization, Rogers menyebutkan dengan fully fuctioning, Allport memberi nama dengan mature personality, dan banyak yang menyebut dengan mental health.
                Maslow dan Mittlemenn (1963) menguraikan pandangannya mengenai prinsip-prinsip kesehantan mental, yang menyebutkan dengan manifestations of psychological health. Dalam tulisan-tulisannya terakhir,menyebutkan kondisi yang sehat secara psikologis itu dengan istilah self-actualization sekaligus sebagai puncak kebutuhan dari teori hierarki kebutuhan yang disusunnya.
                Manifestasi mental yang sehatnmenurut Maslow dan Mittlemen adalah sebagai berikut.
1.       Adequate feeling of security (rasa aman yang memadai)
2.       Adequate self-evaluation (kemampuan menilai diri sendiri yang memadai)
3.       Adequate spontanity and emotionality (memiliki spontanitas dan perasaan yang memadai dengan orang lain)
4.       Efficlent contact with reality (mempunyai kontak yang efesien dengan realitas)
5.       Adequate bodily desires  and ability to gratify them (keinginan-keinginan jasmani yang memadai dan kemampuan untuk memuaskannya)
6.       Adequate self-knowledge (mempunyai kemampuan pengetahuan yang wajar)
7.       Integration and concistency of personality (kepribadian yang utuh dan konsisten)
8.       Adequate life goal (memiliki tujuan hidup yang wajar)
9.       Ability to learn from experience ( kemampuan untuk belajar dari pengalaman)
10.    Ability to satisfy the requirements of the group (kemampuan memuaskan tuntutan kelompok)
11.    Adequate emancipation from the group or culture (mempunyai emansipasi yang memadai dari kelompok atau budaya)
Carl Rogers mengenalkan konsep fully functioning (pribadi yang berfungsi sepenuhnya) sebagai bentuk kondisi mental yang sehat.
Golden Allport (1950) menyebut mental yang sehat dengan maturity personality. Dikatakan bahwa untuk mencapai kondisi yang matangitu melalui proses hidup yang disebutnya dengan proses becoming.
D.S Wrigth dan A Taylor mengemukakan tanda-tanda orang yang sehat mentalnya adalah:
Ø  Bahagia dan terhindar dari ketidakbahagiaan
Ø  Efesien dalam menerapkan dorongannya untuk kepuasan kebuutuhannya
Ø  Kurang dari kecemasan
Ø  Kurang dari rasa dosa
Ø  Matang, sejalan dengan perkembangan yang sewajarnya
Ø  Mampu menyesuaikan diri tehadap lingkungannya
Ø  Memiliki otonomi dan harga diri
Ø  Mampu membangun hubungan emosional dengan orang lain
Ø  Dapat melakukan kontak dengan realitas.



3.       KARAKTERISTIK MENTAL YANG SEHAT
• Terhindarnya dari gejala-gejala gangguan dan penyakit jiwa
Zakiyah Darajat (1975) mengemukakan tentang perbedaan antara ganguan jiwa (neurose) dengan penyakit jiwa (psikose) yaitu;
o Yang neurose masih mengetahui dan merasakan kesukaranya sebaliknya yang kena psikose tidak
o Yang neurose, kepribadianya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam alam kenyataan pada umumnya, sedangkan yang kena psikose kepribadianya dari segala segi(tanggapan,perasaan, dan dorongan-dorongannya) sangat terganggu, tidak ada integritas, dan ia hidup jauh dari alam kenyataan.

• Dapat menyesuaikan diri
Penyesuaian diri (self adjustment) merupakan proses untuk memperoleh/ memenuhi kebutuhan( need satisfaction), dan mengatasi stress, konflik, frustasi, serta masalah –maslah tertentu dengan cara-cara tertentu. Seseorang dikatangan memiliki penyesuaian diri normal manakala dia mampu memenuhi kebutuhuan dan mengatasi masalahnya secara wajar, tidak merugikan diri sendiri dan lingkunganya serta sesuai dengan norma agama.

• Memanfaatkan potensi semaksimal mungkin
Individu yang sehat mentalnya adalah yang mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya, dalam kegiatan-kegiatan yang positif dan konstruktif bagi pengembangan kualitas dirinya.

• Tercapai kebahagian pribadi dan orang lain
Orang yang sehat mentalnya menampilkan perilaku atau respon-responya terhadap situasi dalam rangka memenuhi kebutuhannya, memberikan dampak positif bagi dirinya dan atau orang lain.

Dadang Hawari(PR,19-01-1995) mengemukakan pendapat WHO, bahwa kriteria jiwa (mental) yang sehat yaitu:
§  Mampu belajar dari pengalaman
§  Mudah beradaptasi
§  Lebih senang memberi daripada menerima
§  Lebih senang menolong daripada ditolong
§  Mempunyai rasa kasih sayang
§  Memperoleh kesenangan dari hasil usahanya
§  Menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pengalaman
§  Berfikir positif

Sikun Pribadi (1981) mengemukakan ciri atau manifestasi jiwa yang sehat adalah:
ü  Perasaan aman, bebas dari rasa cemas
ü  Rasa harga diri yang mantap
ü  Spontanitas dan kehidupan emosi yang hangat dan terbuka
ü  Mempunyai keinginan-keinginan yang sifatnya duniawi,jasmani yang wajar dan mampu memuaskannya
ü  Dapat belajar mengalah dan merendahkan diri sederajat dengan orang lain
ü  Tahu diri,artinya mampu menilai kekuatan dan kelemahan dirinya(baik fisik maupun psikis) secara tepat dan objektif
ü  Mampu melihat realitas sebagai realitas dan memperlakukannya sebagai realitas
ü  Toleransi terhadap ketegangan atau stress, atrinya tidak panik pada saat menghadapi masalah
ü  Integritas dan kemantapan dalam kepribadian
ü  Mempunyai tujuan hidup yang adekuat(posif dan konstruktif)
ü  Kemampuan belajar dari pengalaman
ü  Kemampuan penyesuaian diri dalam batasan-batsan tertentu dengan norma-norma yang berlaku
ü  Kemampuan tidak terkait oleh kelompok artinya mempunyai pendirian sendiri, dapat menilai baik-buruk, benar-salah tentang kelompoknya.

Syamsu Yusuf LN :1987 mengemukakan kepribadian yang sehat mentalnya adalah:
ASPEK PRIBADI
KARAKTERISTIK
1.       FISIK
a)       Perkembangannya moral
b)       Berfungsi untuk melakukan tugas-tugasnya
c)       Sehat, tidak sakit-sakitan

2.       PSIKIS
a)       Respek terhadap diri sendiri dan orang lain
b)       Memiliki insight dan rasa humor
c)       Memiliki redpons emosional yang wajar
d)       Mampu berfikir realistik dan obyektif
e)       Terhindar dari gangguan-gangguan psikologis
f)        Bersifat kreatif dan inovatif
g)       Bersifat terbuka dan fleksibel, tidak difensif
h)       Memiliki perasaan bebas untuk memilih, menyatakan pendapat dan bertindak

3.       SOSIAL
a)       Memiliki perasaan empati dan rasa kasih sayang (affection) terhadap orang lain, serta senang untuk memberikan pertolongan kepada orang-orang yang memerlukan pertolongan (sikap altruis)
b)       Mampu berhubungan dengan orang lain secara sehat, penuh cinta kasih dan persahabatan.
c)       Bersifat toleran dan mau menerima tanpa memandang kelas sosial, tingkat pendidikan, politik, agama, suku, ras, atau warna kulit

4.       MORAL-RELIGIUS
a)       Beriman kepada Allah, dan taat mengamalkan ajaran-Nya
b)       Jujur, amanah (bertanggungjawab), dan ikhlas dalam beramal.




4.       PRINSIP DALAM KESEHATAN MENTAL
Menurut (Schneirders, 1964) ada lima belas prinsip yang harus diperhatikan untuk memahami kesehatan mental. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1.       Prinsip yang didasarkan atas sifat manusia, meliputi:
a)       Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan atau bagian yang tidak terlepas dari kesehatan fisik dan integritas organisme.
b)       Untuk memelihara kesehatan mental dan penyesuaian yang baik, perilaku manusia harus sesuai dengan sifat manusia sebagai pribadi yang normal, intelektual, religius, emosional dan sosial.
c)       Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan integritas dan pengendalian diri, yang meliputi pengendalian pemikiran, imajinasi, hasrat, emosi dan perilaku.
d)       Dalam pencapaian dan khususnya memelihara kesehatan dan penyesuaian mental, memperluas pengetahuan tentang diri sendiri merupakan suatu keharusan.
e)       Kesehatan mental memerlukan konsep diri yang sehat, yang meliputi: penerimaan diri dan usaha yang realistik terhadap status satau harga diri sendiri.
f)        Pemahaman diri dan penerimaan diri harus ditingkatkan terus menerus memperjuangkan untuk penigkatan diri dan realisasi diri jika kesehatan dan penyesuaian mental hendak dicapai.
g)       Stabilitas mental dan penyesuaian yang baik memerlukan pengembangan terus menerus dalam diri seseorang mengenai kebaikan moral yang tertinggi, yaitu: hukum, kebijaksanaan, ketabahan, keteguhan hati, penolakan diri, kerndahan hati, dan moral.
h)       Mencapai dan memelihara kesehatan dan penyesuaian mental tergantung kepada penanaman dan perkembangan kebiasaan yang baik.
i)         Stabilitas dan penyesuaian mental menuntut kemampuan adaptasi, kapasitas untuk mengubah meliputi mengubah situasi dan mengubah kepribadian.
j)         Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan pejuangan yang terus menerus untuk kematangan dalam pemikiran, keputusan, emosionalitas dan perilaku.
k)       kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan belajar mengatasi secara afaktif dan secara sehat tehadap konflik mental dan kegagalan dan ketegangan yang ditimbulkan.
2.       prinsip yang didasarkan atas hubungan manusia dengan lingkungannya, meliputi:
a)       kesehatan dan penyesuaian mental tergantung kepada hubungan interpersonal yang sehat, khususnya di dalam kehidupan keluarga.
b)       Penyesuaian yang baik dan kedamaian pikiran tergantung kepada kecukupan dalam kepuasan kerja.
c)       Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan sikap yang realistik yaitu menerima realistik tanpadistorsi dan objektif.
3.       Prinsip yang didasarkan atas hubungan manusia dengan Tuhan, meliputi:
a)       Stabilitas mental memerlukan seseorang mengembangkan kesadaran atas reallitas terbesar daripada dirinya yang menjadi tempat bergantung kepada setiap tindakan yang fundamental.
b)       Kesehatan mental dan ketenangan hati memerlukan hubungan yang konstan antara manusia dengan Tuhannya.

5.       PENGERTIAN GANGGUAN MENTAL
Secara sederhana, gangguan mental dimaknakan sebagai tidak adanya atau kekurangannya dalam hal kesehatan mental. Pengerttian ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Kaplan dan Sadock, 1994, yang menyatakan gangguan mental itu “as any significant deviation from an ideal state of positive mental health” artinya penyimpangan dari keadaan ideal dari suatu kesehatan mental merupakan indikasi adanya gangguan mental.
Pengertian lain, gangguan mental dimaknakan sebagai adanya penyimpangan dari norma-norma perilaku, yang mencakup pikiran, perasaan, dan tindakan. Orang yang depresi dan alkoholik adalah orang yang mengalami gangguan mental karena terjadi penyimpangan-penyimpangan perilaku, orang yang depresi perasaannya sangat tertekan, dan orang yang alkoholik tidak dapat menahan tindakannya. Perilaku yang dilakukan secara persisten atau repetisif terutama perilaku yang tidak dikehendaki merupakan indikasi gangguan mental. (Szasz,1987)
DMS-IV merumuskan gangguan mental sebagai sindroma atau pola perilaku atau psikologis yang terjadi pada individu dan sindroma itu dihubungkan dengan:
a)       distress, misalnya simptom menyakitkan
b)       Disability, artinya ketidak mampuan misalnya tak berdaya pada satu atau beberapa bagian penting dari fungsi tertentu
c)       Peningkatan resiko secara bermakna untuk mati, sakit, ketidak mampuan, atau kehilangan kebebasan.
Sedangkan Group for Advancement of Psychiatry memaknakan gangguan mental sebagai suatu kesakitan yang mengurangi kapasitas seseorang untuk menggunakan(memelihara) pertimbangan-pertimbangannya, kebijaksanaannya, dan pengendaliannya dalam melakukan urusan-urusannya dan hubungan sosial sebagai jaminan keterkaitannya pada institusi mental.
Berdasarkan pengertian diatas, maka gangguan mental itu mencakup:
1.       Adanya penurunan fungsi mental, dan          2.   Penurunan fungsi mental itu berpengaruh pada perilakunya yaitu tidak sesuai dengan yang sewajarnya.

6.       KRITERIA PENENTU GANGGUAN MENTAL
A.     Scott (1961) melakukan penelitian secara mendalam tentang berbagai pengertian gangguan mental itu. Dia mengelompokkan terdapat enam macam kriteria untuk menentukan seseorang mengalami gangguan mental itu, yaitu:
a)       Gangguan mental karena  memperoleh pengobatan psikiatris
Orang yang tergangguan mentalnya adalah orang memperoleh pengobatan psikiatris. Pengertian ini lebih menekankan pada pasien-pasien yang memperoleh perawatan di rumah sakit. Orang-orang yang tidak mendapat perawatan dirumah sakit tidak dianggap sebagai orang yang mengalami gangguan mental.

b)       Salah penyesuaian sebagai gejala sakit mental
Penyesuaian seseorang berkaitan dengan penyesuaian seseorang dengan norma-norma sosial atau kelompok tertentu. Jika perilakunya sesuai dengan norma masyarakat berarti dia dapat melakukan menyesuaikan sosial, tetapi jika perilakunya bertentangan dengan norma kelompok atau masyarakat maka dia tidak dapat melakukan penyesuaian sosial.
Dalam konsep ini dapat diterapkan untuk mempelajari kasus bunuh diri, perilaku delikuensi, atau perceraian sebagai bentuk kasalahan penyesuaian sosial.

c)       Hasil diagnosis psikiatris sebagai kriteria Sakit Mental
Dalam diagnosis ini biasanya akan dijumpai tingkatan-tingkatan kesakitan yang ada di masyarakat. Studi-studi yang ada dimasyarakat, banyak menggunakan cara ini untuk menentukan kriteria gangguan mental.
Dibanding dengan cara-cara sebelumnya, kriteria ini lebih obyektif. Hanya saja, jika kriteria yang digunakan tidak menggunakan prosedur diagnostik yang kurang terstandar, maka akan mempengaruhi validitasinya. Selain itu cara ini membutuhkan integritas penelitiannya, selai itu juga metode surve yang digunakan.
d)       Sakit mental menurut pengertian subyektif
Sehat dan sakit dapat diketahui melalui pemahaman atau pegakuan subyektif. Dalam hal ini sakit mental itu sebagai suatu pengalaman subyektif bagi seseorang. Jika seseorang merasa mengalami gangguan, maka dia sebenarnya tidak mengalami gangguan mental, tetapi jika tidak merasa mengalami gangguan mental maka sehatlah dia.
Persoalan yang dihadapi dengan mengunakan kriteria ini adalah, bahwa banyak sekali orang yang mengalami gangguan mental yang merasa tidak mengalami gangguan mental.

e)       Adanya simptom psikologis secara objektif
Pada setiap gangguan mental terdapat simptom-simptom atau gejala psikologis tertentu. Gejala-gejala ini berdasarkan kriteria yang ditetapkan jika terdapat pada seseorang maka dijadikan indikasi adanya gangguan mental.

f)        kegagalan adaptasi secara positif
eseorabg yang gagal dalam adaptasi secara positif dikatakan mengalami gangguan mental. Adaptif ini berbeda dengan penyesuaian sosial, karena adaptif lebih aktif dan didasarkan atas kemampuan pribadi sekaligus melihat konteks sosialnya. Pengertian ini sangat konseptual dan sangat sulit dioperasionalkan.

7.       ANGGAPAN YANG SALAH MENGENAI GANGGUAN MENTAL
Beberapa anggapan yang salah mengenai gangguan mental antara lain adalah sebagai berikut:
1.       Gangguan mental adalah hetediter, merupakan warisan atau keturunan
Pendapat semacam ini adalah kelliru. Gangguan mental itu tidak diturunkan oleh kedua orang tua kepada anaknya, seperti halnya penurunan ciri-ciri jasmaniah yang karakteristik pada umumnya.
Bukti-bukti penyelidikan menyatakan, bahwa memang terdapat kemungkunan faktor-faktor genetis berupa kepekaan pada seseorang terhadap berbagai tekanan(stresses), dan bisa mereaksi dalam bentuk tingkah laku yang patologis. Jelasnya, kemungkinan timbulnya gangguan-gangguan mental disebabkan oleh pola-pola hetediter itu tidak mustahil adanya. Namun pada kebanyakan peristiwa,  sebab musabab gangguan mental  itu biasanya ialah  tekanan-tekanan batin dan faktor-faktor sosial. 

2.       Gangguan mental tidak bisa disembuhkan
Anggapan semacam ini tidak benar, karena kurang dari 80% dari para penderita gangguan mental yang telah mendapatkan perawatan khusus dapat kembali ditengah keluarganya, dan dinyatakan sebagai “sembuh”.
Memang kesembuhan total, sehingga pulih kembali pesis sebagai dahulu kala biasanya tidak bisa. Akan tetapi mereka itu bisa betul-betul bisa sembuh kembali, dan mampu hidup ditengah masyarakat biasa dan tidak membahayakan lingkungan atau diri sendiri.

3.       Gangguan mental itu timbul dan menyerang penderita dengan tiba-tiba.
Pendapat ini juga salah. Gangguan mental tidak pernah berlangsung secara mendadak pada seseorang yang mentalnya sehat. Dan tidak pernah satu krisis yang tunggal di dalam kehidupan manusia menjadi satu-satunya sebab dari terjadiya gangguan mental.
Bibit-bibit dari gangguan mental itu pada umumnya sudah ada sebelum penampakan gejala-gejala atau fenomenanya. Kejadian-kejadian dramatis, misalnya kematian seorang kekasih, atau satu kebangkrutan perusahaan, pada umumnya merupakan faktor pemercepat timbulnya gangguan mental dan bukan merupakan penyebab yang langsung.

4.       Gangguan mental adalah satu noda hitam
Anggapan ini adalah persepsi yang berlebih-lebihan. Karena, gangguan mental itu merupakan akibat dari sebab-sebab sosial yang lumrah: merupakan produk dari tekanan kehidupan sehari-hari, dan umum terjadi. Orang yang mengalami gangguan mental itu bukan orang yang”berdosa” atau bernoda.
Juga gangguan pada batin itu bukan satu stigma atau noda, ataupun satu peristiwa yang bisa menodai nama baik keluarga. Karena itu para penderita tidak sepatutnya mendapat olok-olokan dan hinaan. Pendapat-pendapat yang mencemoohkan dan menyakitkan hati itu sudah kuno sebab orang-orang menyangka bahwa penyakit tersebut adalah roh-roh jahat, setan-setan, ataupun dukun-dukun jahat.

5.       Gangguan mental adalah satu peristiwa tunggal.
Tidak, gangguan mental bukan satu peristiwa tunggal. Gangguan mental itu banyak sebabnya, bervariasi, kompleks dan saling kait mengkait satu sama lain. Misalnya gangguan psiko-neurosa biasanya bertalian dengan anxiety-neurosis, dipenuhi ketakutan-ketakutan  yang irriil; dibarengi reaksi dissosiasi terhadap lingkungan, histeria konversia, fobia-fobia, reaksi-reaksi kompulsif atau obsessif, depresi dan sebagainya.
Gangguan terhadap pola kepribadian pada umumnya bergandengan dengan schizophrenia, cyclothym atau paranoia. Gangguan pada tingkah laku individu bersambung dengan emosi-emosi yamg eksplosif, sikap yang pasif, agresif atau kompulsif. Gangguan pribadi yang sosiapatis pada umumnya berkaitan dengan reaksi-reaksi antisosial, tingkah laku dissosial, penyimpangan-penyimpangan sosial( misalnya delinquent, prostitusi) dan penyimpangan-penyimpangan  seks.

6.       Seks merupakan sebab dari timbulnya gangguan mental.
Inipun merupakan pendapat yang salah. Tingkah laku seks yang abnormal biasanya simptom, dan bukan sebab dari maladjustment pribadi yang kompleks dan serius. Dorongan-dorongan seksual itu memang merupakan kecenderungan-kecenderungan yanng kuat, dan senantiasa mengejar-ngejar manusia. Jika orang yang bersangkutan selalu terhambat atau senantiasa tidak terpuaskan dalam pemenuhan dorongan-dorongan seksualnya, kejadian demikian menyebabkan frustrasi. Dan frustrasi ini dapat menjadi sumber bagi tekanan tekanan batik dan konflik-konflik intern yang sangat hebat.
Ringkasnya, jika ada aktivitas seksual yang ikut serta menjadi penyebab, maka itu berupa rasa bersalah dan rasa-rasa ketakutan, atau rasa berdosa untuk melakukan relasi seks, yang menjadi penyebab timbulnya gangguan mental. Dan bukannya perbuatan seks itu sendiri yang menimbulkan gangguan mental.

8.       FAKTOR GANGGUAN MENTAL
Faktor-faktor penyebab terjadinya gangguan mental sangat lah banyak sekali. Ada banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya gangguan mental. Faktor-faktor tersebut adalah :
• Faktor fisiologis dan biologis, seperti terjadinya kerusakan pada otak (brain damage), kegagalan perkembangan otak, ataupun cacat fisik lainnya yang berpengaruh pada kegagalan otak. Faktor-faktor ini biasa disebut dengan Samatogenik
• Faktor psikologis, seperti rasa sepi, stress, kecemasan, dan sebagainya. Faktor ini biasa disebut dengan Psikogenik
• Faktor lingkungan, seperti peperangan, kerusuhan rasial, kelaparan, kehidupan di penjara, lingkungan sekolah yang terlalu kompetitif, dan sebagainya
Menurut kartono kartini Ada tiga faktor yang menyebabkan timbulnya gangguan mental, yaitu:
1.                    Predisposisi
2.                    Pemasakan dalam batin yang keliru
3.                    Faktor sosio kultural

A.                        Predisposisi struktur biologis/jasmani yang “minder”
Mental atau kepribadian yang lemah. Atau kombinasi dari keduanya bisa menimbulkan gangguan mental. Jadi, memang ada kondisi jasmani yang lemah, karena orang yang bersangkutan banyak mengalami shock-shock emosional. Sehingga terjadi gangguan pada integrasi, pribadi, dan muncul dissosiasi dengan lingkungan. Selanjutnya akan meletus menjadi macam-macam gangguan mental.

B. Pemasakan batin yang keliru
Dari pengalaman, atau pencernaan pengalaman dalam diri subyek dengan cara yang salah. Lokus atau tempat dari gangguan mental itu ada di dalam kepribadian sendiri, dalam bentuk kesalahan karakter yang cukup serius, biasanya berbentuk konflik-konflik batin yang tajam dan sangat mendalam, yang tidak bisa diselesaikan dengan cara yang wajar.
maka gangguan mental itu selalu berkaitan dengan gangguan-gangguan internal berupa motivasi-motivasi yang tidak riil, kekuatan-kekuatan yang saling berkonflik dan beroperasi sangat mengganggu dalam kepribadian seseorang. umpama saja berupa konflik antara dorongan-dorongan yang infantil melawan pertibangan rasional dan matang, konflik antara instink-instink biologis melawan hati nurani. Juga konflik di antara norma-norma batin sendiri melawan standar sosial yang dianut seseorang, dan semuanya saling kontradiktif bertentangan.
jadi, gangguan mental itu merupakan bentuk pola reaktif yang keliru, dan kebiasaan-kebiasaan yang maladaptif, yaitu melakukan reaksi, adaptasi, dan pemasakan internal yang keliru. Maka ada prinsip pembiasaan diri yang salah, khususnya dalam menanggapi kesulitan-kesulitan sehari-hari, disertai mekanisme pemecahan yang salah(sebab menggunakan defence mechanism dan escape mechanism); yang kemudian dijadikan kebiasaan dan pola tingkah laku yang menyimpang atau yang tidak tepat.jadi ada proses pengkondisian dan fiksasi tingkah laku stereotipis yang keliru. Dengan kata-kata para penganut behaviorisme: gangguan mental itu bisa timbul melalui proses balajar. Contohnya dengan jalan: reinforcerment atau penguatan, pematian dan pemusnahan kebiasaan-kebiasaan yang buruk, generalisasi dan simplifikasi terhadap stimuli, pembiasaan-pembiasaan yang salah, dan selalu melarikan diri dari kesulitan, muncullah kemudian penyimpangan-penyimpangan perilaku dan macam-macam gangguan mental.

C. Faktor sosio-kultural atau faktor eksternal
Kebudayaan modern penuh rivalitas dan persaingan hidup ini merupakan kebudayaan eksplosif atau “ ketegangan tinggi”, yaitu kebudayaan penuh ledakan dan ancaman bahaya. Sebabnya antara lain adalah: orang berlomba-lomba memburu keuntungan komersial, memotong ke kiri melanggar ke kanan, menyerempet-nyerempet bahaya, bernafsu melaju ke depan dan ingin menjadi juara, menang sendiri, mengejar kemewahan hidup dan kekayaan dengan merugikan orang lain, dan lain-lain. Semua peristiwa ini mengandung dimensi ketegangan tinggi, dan sewaktu-waktu bisa eksplosif sifatnya, meledak jadi fenomena gangguan mental pada rakyat.
Jika ambisi untuk mencapai kemewahan hidup tidak terpenuhi, orang lalu merasa malu, takut, cemas, binggung, rendah diri, dan mengalami banyak frustrasi. Lagi pula, kehidupan di kota-kota besar yang serba “modern” dan individualistis itu menonjolkan pementingan diri sendiri, dan akibatnya kontak sosial serta lembaga keluarga pecah berantakan menjadi fraksi-fraksi yang etomistis, penuh unsur keteganggan, stress, kekhawatiran-kecemasan-ketakutan, tanpa memiliki kaitan bantin, dan orang merasa tidak aman. Maka ketakutan, kecemasan dan kebinggungan itu menjadi persemaian yang paling subur bagi timbulnya gangguan mental.

9.       NOSOLOGI DAN TAKSOLOGI GANGGUAN MENTAL
Dalam dunia kedokteran, sebuah ilmu dapat berdiri sendirijika memiliki nosologi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang penyakit. Pada mulanya kesehatan kejiwaan tidak dimasukkan sebagai suatu ilmu, karena tidak memiliki nosoligi ini. Gangguan dan sakit jiwa dianggap sebagai gangguan dari kekuatan setan. Namun sejalan dengan perkembangan pengetahuan, khususnya pada bidang kejiwaan, kemudian dipahamai bahwa gangguan kejiwaan juga dapat dirumuskan nasologinya. Untuk itu lantas disusun suatu klasifikasi  gangguan atau penyakit mental itu yang disebut dengan taksologi.
       Orang yang sangat berjasa dalam penyusunan nosologi dan taksologi dalam ilmu kedokteran jiwa adalah Emil Kraepelin (1855-1926), seorang penyelidik di bidang kesehatan jiwa yang sangat tekun dan berorientasi pada bidang akademi (Maramis, 1990). Berkat ketekunannya sehingga dia berhasil menyusun taksonomi bidang kesehatan jiwa, sehingga psikiatri (kedokteran jiwa) dapat diterima sebagai natural science. Karena itu, psikiater beranjak dari yang tradisional yang semula ilmu yang masih teoretis-spekulatif menjadi ilmu yang lebih terapan-empiris (Notosoedirdjo, 1984).
       Pada abad ke-16, ahli kedokteran Jerman Paracelsus membuat sistem klasifikasi yang lain, yang di dasarkan atas faktor-faktor yang menyebabkannya. Dia menegaskan ada lima jenis gangguan jiwa, yaitu: (1) vesani , gangguan yang disebabkan oleh makanan atau minuman yang kotor, (2) insani , gangguan yang disebabkan oleh faktor genetik, (3) lunaticl, gangguan yang disebabkan oleh bulan, (4) obsessi, gangguan yang disebabkan oleh setan, dan (5) melancholi, gangguan yang disebabkan problem-problem konstitusional.
       Pada abad ke-19 sistem klasifikasi gangguan mental itu disempurnakan lagi dengan didasarkan ats simtom-simptomnya. Emil Kraepelin berhasil menyusun secara lebih komprehensif, dengan mengacu pada sistem klasifikasi gangguan fisiologis. Klasifikasinya ini di buat untuk keperluan kemudahan dalam diagnosa dan pengobatan yang tepat. Dia berkeyakinan bahwa klasifikasinya telah mencangkup berbagai gangguan mental yang ada dan universal.
       Sistem klasifikasi yang berdasarkan simptom-simptom yang terekspresi itu sebagaimana yang dilakuakan Kraepelin mendominasi sistem klasifikasi yang ada saat ini. Saat ini ada dua sistem klasifikasi gangguan mental, yaitu International Classification of Diseases (ICD) dan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM). ICD yang dikenal dengan European Description dibuat oleh ahli-ahli kedokteran jiwa WHO, sementara DSM atau American description dibuat oleh kalangan ahli kedokteran jiwa Amerika. Keduanya memiliki keunggulan dan kelemahannya. Kedua jenis taksologi  itu terus menerus dilakukkan perbaikan-perbaikan.


10.    KLASIFIKASI GANGGUAN MENTAL
Untuk menentukan jenis-jenis gangguan mental, para ahli sepakat menggunakan kalsifikasi DSM-III, atau singkatan dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders revisi ke 3 tahun 1980. Menurut DSM-III, jenis-jenis gangguan mental adalah sebagai berikut :
• Disorders first evident in infancy, childhood, or adolescence atau penyimpangan/kekacauan fungsi perkembangan pada masa kanak-kanak dan remaja. Termasuk di dalamnya adalah : retardasi mental, hiperaktif, kecemasan pada anak-anak, penyimpangan perilaku makan (seperti anoreksia), dan semua penyimpangan dari perkembangan yang normal
• Organic mental disorders, mencakup di dalamnya semua penyimpangan/kekacauan mental yang disebabkan oleh kerusakan otak akibat pengaruh dari berbagai penyakit yang berhubungan dengan traumatik dan kecemasan seperti penyakit kelamin serta pengaruh racun yang masuk ke dalam tubuh seperti penggunaan alkohol yang kelewat batas
• Substance use disorders, mencakup di dalamnya semua peyimpangan/kekacauan mental yang disebabkan oleh pengaruh zat-zat kimia, seperti penggunaan narkotika, zat-zat adiktif, psikotropika, alkohol, nikotin, dan sebagainya
• Schizophrenic disorders, atau kelompok penyimpangan/kekacauan kepribadian sehingga tidak mampu berhubungan lagi dengan realitas atau kenyataan
• Paranoid disorders, atau perasaan curiga terhadap segala sesuatu yang berlebihan seperti perasaan seakan-akan dirinya diintai terus-menerus, perasaan seakan-akan semua orang membencinya, dan sebagainya
• Affective disorders, atau depresi berat yang membuat seseorang selalu tidak bergairah murung, dan apatis
• Anxiety disorders, atau kecemasan yang berlebihan seperti kecemasan akan harga diri, kecemasan akan masa depan, dan sebagainya
• Somatoform disorders, yaitu kerusakan pada organ tubuh atau timbulnya penyakit parah yang disebabkan oleh faktor psikologis seperti kecemasan yang berlarut-larut, tetapi bila diteliti secara medis tidak ditemukan adanya penyakit atau gangguan medis lainnya
• Dissociative disorders, gangguan temporal yang menyebabkan gagalnya fungsi memory atau hilangnya kontrol terhadap emosi, seperti amnesia dan kasus kepribadian ganda (multiple personality)
• Psychosexual disorders, termasuk di dalamnya semua penyimpangan identitas seksual (transexual), kemampuan seksualitas (impoten, ejakulasi dini, frigiditas), dan kelainan seksual (menikmati hubungan seks dengan anak kecil, dengan binatang, atau dengan mayat). Homoseksualitas termasuk di dalamnya jika orang tersebut tidak menikmati keadaannya sebagai seorang homoseks
• Conditions not attributable to a mental disorder, atau kondisi-kondisi yang tidak termasuk dalam kegagalan/kekacauan mental, seperti masalah-masalah rumit yang membuat seseorang harus mencari jalan keluarnya (seperti masalah perkawinan), hubungan orang tua dengan anak, atau kekerasan terhadap anak-anak
• Personality disorders, ketidakmampuan seseorang untuk berperilaku dan mengatasi stress, seperti perilaku antisosial
























BAB III
PENUTUP
A.       KESIMPULAN
Bahwa kesehatan mental memiliki sejumlah pengertian. Dari kalangan klinis berpandangn bahwa sehat mentalnya jika terbebas dari gangguan dan sakit mental. Maslow menyatakan mental yang sehat itu denagn psychological health atau self actualization. Rogers menyebutkan dengan fully functioning. Allport dengan istilah mature personality. Adapun istilahnya mengandung pengertian yang sama, yaitu keadaan mental yang ideal. Orang yang dikatakan sehat jika memenuhi sejumlah karakteristik.
Prinsip dasar dari kesehatan mental adalah bahwa: (1) kesehatan mental itu lebih dari tiadanya perilaku abnormal (2) kesehatan mental itu konsep yang ideal (3) kesehatan mental sebagai bagian dari karakteristik kualitas hidup.
  Gangguan mental secara sederhana diartikan sebagai tiadanya atau kurangan dalam hal kesehatan mental. Gangguan mental itu ditandai oleh: (1) adanya penurunan fungsi mental dan (2) terjadinya perilaku yang tidak tepat atau wajar.
                Untuk menentukan kreteria adanya gangguan mental terdapat enam macam, yaitu: (1) orang yang memperoleh pengobatan psikiatris (2) orang yang salah penyesuaian sosialnya (3) hasil diaknosis psiatris (4) ketidakbahagiaan secara subjektif (5) adanya simptom-simptom psikologis secara objektif, dan (6) kegagalan adaptasi secara positif.

B.       SARAN
Karena belum sempurnanya makalah ini, penulis menyarankan agar pembaca mencari lebih banyak materi-materi dan sumber-sumber lain untuk menyempurnakan makalah ini.











DAFTAR PUSTAKA
Kartini, kartono.2000.Hygiene Mental.Bandung:Mandar Maju
Latipun,Moeljono Notosoedirjo.2007.Kesehatan Mental.Malang:UMM press
Yusuf,Syamsu.2004.Mental Hygiene.Bandung:Bani Quraisy




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Mirisnya isu kesehatan mental masih melekat stigma negatif bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, jadi bagi yang mengalami penyakit mental merasa minder saat mau menggunakan layanan kesehatan mental. Tapi katanya dengan membaca artikel psikoedukasi secara intensif mampu menurunkan stigma sosial dan pribadi yang disematkan pada pengguna layanan kesehatan mental secara signifikan. Ini penelitiannya.

Posting Komentar