LuFenSio. Diberdayakan oleh Blogger.

RSS
Container Icon

Learning disfunction


2.1.            Pengertian
Learning disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan oleh siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya sub-normalitas mental, gangguan alat indra, atau gangguan psikologis lainnya. Contohnya, siswa yang memiliki postur yang tinggi, aletis, dan sangat cocok menjadi atlet sepak bola, namun karena tidak pernah dilatih bermain sepak bola, maka dia tidak dapat menguasai permainan sepak bola dengan baik.
Gangguan belajar ini berupa gejala proses belajar yang tidak berfungsi dengan baik karena adanya gangguan syaraf otak sehingga terjadinya gangguan pada salah satu tahap dalam proses belajarnya. Kondisi semacam ini mengganggu kelancaran proses belajar secara keseluruhan.

2.2.            Ciri-ciri
Ciri-ciri tingkah laku yang merupakan manifiestasi dari kesulitan belajar dari Learning disfunction, antara lain:
1.      Hasil belajar yang rendah, dibawah rata-rata dan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
2.      Lambat dalam melaksanakan tugas kegiatan belajar (akademik) dan perkembangan (development).
3.      Menunjukkan sikap (personality), tingkah laku, cara pikir dan gejala emosional yang kurang wajar dalam proses belajar.
4.      Tidak setara antara IQ dan prestasi atau antara prestasi kecakapan (kepandaian) dengan hasil perfect yang mestinya dicapai.


2.3.            Gejala
Beberapa peilaku yang merupakan manisfestasi gejala kesulitan belajar , antara lain:
1.      Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau dibawah potensi yang dimilikinya.
2.      Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah.
3.      Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
4.      Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.
5.      Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
6.      Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti: pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya.
Sementara itu, Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurut dia bahwa siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila :
1.      Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference).
2.      Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under achiever.
3.      Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang (repeater)
Untuk dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang mengalami kesulitan belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan, sehingga dengan kriteria ini dapat ditetapkan batas dimana siswa dapat diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Terdapat empat ukuran dapat menentukan kegagalan atau kemajuan belajar siswa: (1) tujuan pendidikan; (2) kedudukan dalam kelompok; (3) tingkat pencapaian hasil belajar dibandinngkan dengan potensi; dan (4) kepribadian.

2.4.            Masalah
Kesulitan belajar learning disfunction memiliki dampak pada beberapa aspek, seperti:
                      i.            Pendidikan
Kesulitan belajar learning disfunction berdampak pada masalah pendidikan, yaitu:
Adanya Masing-masing kasus dikenal sebagai anak yang pandai, memiliki pengetahuan umum yang luas, mudah dalam menangkap pelajaran dan cepat dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik yang diberikan, namun disisi lain disamping dikenal memiliki kegagalan khusus dalam membaca atau juga cenderungmemiliki sikap-sikap belajar yang kurang mendukung upaya pencapaian prestasi yang baik seperti: malas, menyepelekan tugas, cepat bosan, kurang memperhatikan pelajaran, akibatnya secara umum prestasinya rendah dibandingkan dengan potensi yang dimilikinya.


                    ii.            Penyesuaian sosial
Secara sosial cenderung kurang mampu menjalin relasi sosial yang memuaskan dengan lingkungannya yang ditandai dengan gejala kurang kooperatif, pendiam, dan menarik diri. Dan mereka tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan secara baik.

                 iii.            Emosional
Secara psikologis memiliki kesenjangan yang cukup signifikan antara skor test kemampuan verbal dan performen, memiliki daya tangkap yang bagus, imajinatif tinggin, cepat dalam menyelesaikan persoalan tetapi cenderung hiperatif,emosional, terburu-buru, kurang pertimbangan, malas, mudah frustasi, serta menolak dengan berbagai alasan.
Kondisi neurologis (gangguan motorik) dan psikologis (gangguan persepsi atau konsentrasi) merupakan faktor dominan yang melatar belakangi munculnya kegagalan dalam penguasaan keterampilan dasar belajar anak yang memiliki kelebihan diatas rata-rata. Akibat kondisi tersebut anak kurang mampu menguasai keterampilan prasyarat belajar akademik yang dibutuhkan. Kondisi tersebut dapat berdiri sendiri-sendiri atau muncul sebagai rangkaian sebab akibat.
Tak jarang masalah yang timbul dari learning disfunction pada aspek emosional, yaitu:
*      Tidak bisa mengontrol emosi dengan baik.
*      Tidak dapat mengelola emosi dengan baik.
*      Emosional yang tidak wajar, seperti: pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya.
                  iv.            Ekonomi
Masalah yang timbul dari learning disfunction pada aspek ekonomi adalah orang yang kesulitan belajar (learning disfunction) dibawah rata-rata dengan orang yang tidak mengalami kesulitan belajar. Karena kebanyakan orang yang mengalami learning disfunction jarang bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat dan tepat. Tetapi tak jarang ekonomi orang learning disfunction ini dapat diatas rata-rata orang yang normal jika mereka maupun orang sekitar mereka mengetahui bakat mereka dan mendukung mereka.


2.5.            Metode
*    Metode Discovery
Teknik penemuan adalah terjemahan dari discovery. Sund dalam Roestiyah (2008) menyatakan bahwa, discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Proses mental tersebut antara lain adalah mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Menurut Encylopedia of Educational Research, penemuan merupakan suatu strategi yang unik dapat disampaikan oleh guru dalam berbagai cara, termasuk mengajarkan keterampilan menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat bagi siswa untuk mencapai tujuan pendidikannya. Dengan demikian metode discovery, yakni suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental tersebut melalui tukar pendapat, baik dengan diskusi, seminar, membaca sendiri, agar anak dapat belajar sendiri (Roestijah, 2008).
Metode discovery menjadi salah satu metode yang banyak digunakan guru-guru di sekolah yang sudah maju. Hal ini disebabkan karena metode discovery ini:
1.      Merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa agar aktif.
2.      Dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan, serta tidak mudah dilupakan anak.
3.      Pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain.
4.      Dengan menggunakan strategi penemuan anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkannya sendiri.
5.      Dengan menggunakan metode penemuan ini juga, anak belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan problem yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurut Dahar (1996), pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan, diantaranya:
1.      Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat, atau lebih mudah diingat, bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain.
2.      Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya. Dengan kata lain, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru.
3.      Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.

Selanjutnya Bruner (dalam Dahar, 1996) mengemukakan, bahwa belajar penemuan membangkitkan keingintahuan siswa, membuat situasi belajar menjadi lebih merangsang, memberi motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban-jawaban. Lagi pula belajar penemuan ini dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain dan meminta para siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi, tidak hanya menerima saja. Menurut Dahar (1996) menambahkan, bahwa secara menyeluruh belajar penemuan dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas, sehingga siswa akan memahami konsep-konsep dasar dan ide-ide yang lebih baik karena siswa didorong untuk berfikir. Dengan metode ini lebih ditekankan pada proses penemuan konsep bukan pada produknya, dikarenakan konsep-konsep merupakan batu-batu pembangun untuk berfikir (Dahar, 1996).

*    Metode Inquiry
Inquiry sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi. Gulo dalam Trianto (2007) menyatakan strategi Inquiry berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secra sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuan dengan penuh rasa percaya diri.
Trianto (2007) menyatakan bahwa sasaran utama kegiatan pembelajaran inquiry adalah:
1.      Keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar.
2.      Keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran.
3.      Mengembangkan sikap rasa percaya diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inquiry.

Kondisi umum yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inquiry bagi siswa adalah:
1.      Aspek sosial di kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa berdiskusi.
2.      Inquiry berfokus pada hipotesis.
3.      Penggunaan fakta sebagai evidensi (informasi, fakta).

Pembelajaran inquiry dirancang untuk mengajak siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah dalam waktu yang relative singkat. Hasil penelitian Schlenker, dalam Weil (1992), menunjukkan bahwa latihan inquiry dapat meningkatkan pemahaman sains, produktif dalam berfikir kreatif, dan siswa menjadi terampil dalam memperoleh dan menganalisis informasi (Suryosubroto, 2007). Menurut Gulo menyatakan, bahwa inquiry tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional dan keterampilan inquiry merupakan suatu proses yang bermula dari perumusan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan (Trianti, 2007).
Metode discovery dapat diartikan menemukan, sedangkan inquiry dapat diartikan mencari dan memahami informasi.Agar kedua metode tersebut dapat diperoleh secara bersama untuk saling melengkapi, maka digunakan metode modifikasi dari kedua metode tersebut, yaitu metode discovery-inquiry.

*    Metode Discovery-Inquiry
Metode discovery-inquiry adalah cara penyajian pelajaran yang banyak melibatkan siswa dalam proses-proses mental dalam rangka penemuannya. Istilah asing yang sering digunakan untuk metode ini ialah discovery yang berarti penemuan, dan inquiry yang berarti mencari. Amien (1987) menjelaskan bahwa pengajaran discovery harus meliputi pengalaman-pengalaman belajar untuk menjamin siswa dapat mengembangkan proses-proses discovery. Dengan kata lain, inquiry adalah suatu perluasan proses-proses discovery yang digunakan dengan cara lebih dewasa. Sebagai tambahan pada proses-proses discovery, inquiry mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan problema sendiri, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, mempunyai sikap-sikap objektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka, dan sebagainya.
Metode discovery-inquiry adalah suatu metode pembelajaran yang dikembangkan agar siswa dapat menemukan proses mentalnya untuk dapat menemukan suatu konsep atau prinsip berdasarkan proses inquirynya dari pertanyaan, fakta, kesimpulan, dan generalisasi yang berupa merancang eksperimen, menganalisis data dan menarik kesimpulan sendiri. Metode ini sangat cocok untuk pembelajaran sains terutama pelajaran kimia sebagai ilmu pengetahuan yang dikaji tentang fenomena alam. Hal ini dikemukakan oleh Amien (1987) yang menyatakan bahwa dengan pembelajaran menggunakan metode discovery-inquiry, esensi IPA sebagai alat penemuan pengetahuan dengan cara observasi, eksperimen dan pemecahan masalah dapat tercapai. Selain itu, dengan pembelajaran menggunakan metode discovery-inquiry pengetahuan yang didapatkan siswa akan lebih bermakna, karena dengan metode ini siswa sendiri yang mencari dan menemukan pengetahuannya.
Mengenai metode discovery-inquiry ini, National Science Teachers Association Amerika Serikat mengemukakan pendapatnya mengenai karakteristik metode pembelajaran menggunakan metode discovery-inquiry, yaitu bahwa discovery-inquiry memiliki ciri-ciri tertentu, antara lain:
1.      Questioning and formulating solvable problems, yaitu adanya pertanyaan dan perumusan suatu permasalahan yang dapat diselesaikan.
2.      Reflecting on, and constructing knowledge from data, yaitu melakukan refleksi dan membangun pengetahuan dari data.
3.      Collaborating and exchanging information while seeking solution, yaitu adanya kolaborasi atau kerjasama dan saling tukar informasi untuk memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan.
4.      Developing concepts and relations from empirical data, yaitu mengembangkan konsep dan hubungannya dari data empiris.

Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode discoveri-inquiry pada dasarnya merupakan perpaduan dan modifikasi dari tahapan pelaksanaan metode discovery dan metode inquiry. Beberapa pakar pendidikan mengemukakan pendapat mengenai langkah-langkah pembelajaran dengan metode discovery-inquiry, diantaranya berdasarkan Amien (1987) mengemukakan bahwa metode discovery-inquiry memiliki tiga tahap pembelajaran, yaitu:
1.      Tahap diskusi, pada tahap ini guru memberikan beberapa pertanyaan kepada siswa untuk kemudian didiskusikan oleh siswa. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui konsepsi awal siswa.
2.      Tahap proses, merupakan tahap inti kegiatan pembelajaran, guru mengarahkan siswa untuk melakukan percobaan untuk menemukan konsep yang benar.
3.      Tahap pemecahan masalah, pada tahap ini siswa diminta untuk membandingkan hasil diskusi sebelum observasi (konsep awal siswa) dengan hasil kegiatan observasi.

Selain langkah-langkah di atas, Syamsudin (2003) mengemukakan langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam pembelajaran menggunakan metode discovery-inquiry, yaitu:
1.      Stimulasi (stimulation)
Guru mulai bertanya dan menyuruh siswa membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan.

2.      Perumusan masalah (problem statement)
Siswa diberi kesempatan untuk mengidentifikasi masalah yang muncul. Selanjutnya dari masalah ini siswa dituntut untuk membuat hipotesis sebagai jawaban sementara atas masalah yang telah dirumuskan oleh siswa.

3.      Pengumpulan data (data collection)
Untuk menjawab dan membuktikan benar atau tidaknya hipotesis siswa, siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai data dan informasi yang relevan dan jelas, yaitu dengan cara telaah literature, melakukan percobaan, melakukan observasi dan sebagainya.

4.      Analisis data (data processing)
Semua data dan informasi yang diperoleh siswa diolah (dicek, diklasifikasikan, ditabulasikan dan sebagainya) serta ditafsir pada tingkat kepercayaan tertentu.

5.      Verifikasi (verification)
Berdasarkan hasil pengolahan data dan informasi, guru mengarahkan siswa untuk mengecek hipotesis yang dibuat siswa di awal kegiatan apakah hipotesis terbukti atau tidak.

6.      Generalisasi (generalization)
Pada tahap ini guru mengarahkan siswa untuk belajar menarik kesimpulan atau generalisasi berdasarkan hasil verifikasi yang telah dilakukan.

Amien (1987) menguraikan tentang tujuh jenis discovery-inquiry yang dapat diikuti sebagai berikut:
1.      Guided Discovery-Inquiry Lab.Lesson
Sebagai perencanaan dibuat oleh guru. Selain itu guru menyediakan kesempatan bimbingan atau petunjuk yang cukup luas kepada siswa. Dalam hal ini siswa tidak merumuskan problema, sementara petunjuk yang cukup luas tentang bagaimana menyusun dan mencatat diberikan oleh guru.

2.      Modified Discovery-Inquiry
Guru hanya memberikan problema saja. Biasanya disediakan pula bahan atau alat yang diperlukan, kemudian siswa diundang untuk memecahkannya melalui pengamatan, eksplorasi dan atau melalui prosedur penelitian untuk memperoleh jawabannya. Pemecahan masalah dilakukan atas inisiatif dan caranya sendiri secara berkelompok atau perorangan. Guru berperan sebagai pendorong, narasumber, dan memberikan bantuan yang diperlukan untuk menjamin kelancaran proses belajar siswa.

3.      Free Inquiry
Kegiatan free inquiry dilakukan setelah siswa mempelajari dan mengerti bagaimana memecahkan suatu problema dan telah memperoleh pengetahuan cukup tentang bidang studi tertentu serta melakukan modified discovery-inquiry. Dalam metode ini siswa harus mengidentifikasi dan merumuskan macam problema yang akan dipelajari atau dipecahkan.

4.      Invitation Into Inquiry
Siswa dilibatkan dalam proses pemecahan problema sebagaimana cara-cara yang lazim diikuti ilmuwan. Suatu undangan (invitation) memberikan suatu permasalahan kepada siswa, dan melalui pertanyaan masalah yang telah direncanakan dengan hati-hati mengundang siswa untuk melakukan beberapa kegiatan, yaitu merancang eksperimen, merumuskan hipotesis, menetapkan control, menentukan sebab akibat, menginterpretasi data dan membuat grafik.



5.      Inquiry Role Approach
Inquiry role approach merupakan kegiatan proses belajar yang melibatkan siswa dalam tim-tim yang masing-masing terdiri atas empat anggota untuk memecahkan invitation into inquiry. Masing-masing anggota tim diberi tugas suatu peranan yang berbeda-beda sebagai berikut: koordinasi tim, penasihat teknis, pecatat data, dan evaluator proses.

6.      Pictorial Riddle
Pendekatan dengan menggunakan pictorial riddle adalah salah satu teknik atau metode untuk mengembangkan motivasi dan minat siswa di dalam diskusi kelompok kecil maupun besar. Gambar, peragaan, atau situasi yang sesungguhnya dapat digunakan untuk meningkatkan cara berfikor kritis dan kreatif siswa. Suatu riddle biasanya berupa gambar di papan tulis, papan poster, atau diproyeksikan dari suatu transparasi, kemudian guru mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan riddle itu.

7.      Synectics Lesson
Pada dasarnya syntetics memusatkan pada keterlibatkan untuk membuat berbagai macam bentuk metafora (kiasan) supaya dapat membuka intelegensinya dan mengembangkan kreativitasnya. Hal ini dapat dilaksanakan karena metafora dapat membantu dalam melepaskan “ikatan struktur mental” yang melekat kuat dalam memandang suatu problema sehingga dapat menunjang tinbulnya ide-ide kreatif.

Keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada metode pembelajaran, tetapi juga harus ada alat atau media sebagai alat bantu pembelajaran. Hal ini agar dapat mengefektifkan pencapaian tujuan dalam proses belajar mengajar.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

3 komentar:

Anonim mengatakan...

izin ngopi buat referensi....
vivi

LuFenSio mengatakan...

iya...^_^
jangan lupa sertakan blog kami yach...
terimakasih telah berkunjung...^_^

Unknown mengatakan...

terimakasih, referensi yang bermanfaat :)

Posting Komentar