LuFenSio. Diberdayakan oleh Blogger.

RSS
Container Icon

Konseling Kelompok Client Centered dan Verbatim



Client Centered
Konsepsi Tentang Manusia
Pandangan tentang sifat dasar manusia
Pemikiran-pemikiran Rogers tentang manusia dan bagaimana konseling seharusnya dilaksanakan bersifat humanistik, yakni menekankan pada humanisme. Dalam hal ini humanisme didefinisikan sebagai “a style of thought or attitude which make human central, important, valuable, crucial, pivotal, wonderful-even miraculous (Barton, 1992:332). Berikut adalah pandangan-pandangan khusus Rogers tentang sifat dasar manusia.
§  Setiap manusia memiliki potensi dan hak untuk mengarahkan dirinya sendiri.
§  Setiap manusia bertindak sesuai dengan persepsinya.
§  Setiap manusia memiliki kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri.
§  Setiap manusia pada dasarnya ciptaan yang cakap dan dapat dipercaya.

Pokok-Pokok Teori
a.      Kondisi Pertumbuhan
Manusia dapat mengaktualisasikan dirinya secara penuh hanya jika ia berada di bawah lingkungan yang mengandung kondisi-kondisi fasilitatif yang konseptualisasikan dalam istilah kondisi pertumbuhan (conditions of worth). Kondisi pertumbuhan merepretasikan penghargaan positif tanpa syarat (unconditional positive regard) terhadap keunikan individu. Individu yang tak memperoleh kondisi pertumbuhan cenderung mengembangkan perilaku defensive, tidak kongruen, dan mudah mengalami konflik di dalam dirinya, menjadi orang dewasa yang pemalu, penakut, sangat patuh, atau mudah marah dan memberontak. Lingkungan yang tidak menyajikan kondisi pertumbuhan adalah lingkungan yang mengekspos perlakuan yang cenderung terlalu melindungi atau membatasi (overprotective), dominan, dan membuat tuntutan yang berlebihan. Kondisi lingkungan semacam ini cenderung memberikan pengaruh negatif pada perkembangan individu dan menghambat aktualisasi diri karena menyebabkan individu tidak memperoleh kebebasan untuk mengungkap dan memberdayakan potensi-potensi dirinya.
Konsep Rogers tentang orang yang mengaktualisasikan diri adalah sama dengan mereka yang merefleksikan suatu kesehatan emosional yang ideal. Terdapat tiga karakteristik kepribadian yang menandai orang yang mengaktualisasikan diri, yakni :
·         Terbuka terhadap pengalaman
·         Memiliki makna dan tujuan hidup
·         Mempercayai dirinya sendiri dan orang lain
Disamping tiga kualitas tersebut, orang yang mengaktualisasikan diri juga cenderung memiliki arahan yang positif dalam perkembangannya, dapat bergaul dengan siapa saja, memiliki sumber evaluasi internal, dan melakukan kegiatan-kegiatan yang produktif dan bermanfaat.
b.      Fenomenologis
Pemikiran-pemikiran kaum Rogerian bersifat fenomenologis, yakni mengakui setiap manusia memiliki persepsi unik terhadap dunia / lingkungannya. Persepsi ini akan menentukan keyakinan, perilaku, emosi, dan hubungannya dengan orang lain. Menurut Rogers (1951), manusia bereaksi terhadap lingkungannya sesuai dengan persepsi dan pengalamannya sendiri. Persepsi terhadap pengalaman ini disebut medan perseptual individu atau realita. Jadi, dalam konsep fenomenologis, apa yang disebut realita adalah apa yang dipersepsi oleh individu tentang sesuatu (pengalaman) dan bukan realitas obyektif dari sesuatu itu. Perspektif fenomenologis ini berisikan asumsi-asumsi teoritis sebagai berikut :
·         Semua individu berada di dalam dan menjadi pusat dari dunia pengalaman yang terus-menerus berubah
·         Individu bereaksi terhadap lingkungannya (dunia pengalamannya) menurut persepsi dan bagaimana mereka mengalaminya
·         Perilaku individu terarah pada suatu tujuan
·         Tempat yang paling baik untuk memahami perilaku individu adalah dari kerangka acuan internal individu itu sendiri
·         Cara bertindak yang paling baik adalah mengikuti (konsisten dengan) konsep diri individu
·         Ketidak harmonisan / ketidak kongruenan yang sering terjadi antara keinginan individu dan perilakunya disebabkan oleh adanya pembelahan / pemisahan antara konsep diri dan pengalaman
·         Kecemasan timbul sebagai akibat dari semakin lebarnya jarak ketidakharmonisan antara konsep diri dan pengalaman.
·         Untuk menurunkan kecemasan individu, konsep diri harus menjadi lebih kongruen dengan pengalaman aktualnya
·         Individu yang mengaktualisasikan diri adalah mereka yang terbuka sepenuhnya terhadap pengalaman, tidak memperlihatkan pembelaan diri
Teknik dan Proses Konseling
·         Teknik Konseling
KBP tidak menekankan pada teknik tertentu tetapi lebih pada kemampuan konselor untuk membangun suatu hubungan yang mempresentasikan kondisi pertumbuhan. Kondisi pertumbuhan ini dapat dicapai oleh konselor dengan cara mengkomunikasikan tiga kondisi fasilitatif hubungan, yakni :
a.       Empati (empathic understanding)
b.      Keaslian (congruence / genuinenes)
c.       Respek atau penghargaan positif tanpa syarat (unconditional positive regard)
Empati mengimplikasikan suatu pemahaman konselor terhadap kerangka acuan internal konseli, mampu untuk merasa dan berfikir sperti konseli. Kongruensi atau keaslian mengimplikasikan bahwa konselor mampu menjaga identitas dirinya dan juga mampu menyatakan identitasnya tersebut kepada konseli. Dengan kata lain, konselor tidak menampilkan dirinya secara palsu (dibuat-buat) atau tidak sedang bermain peran ketika mengenai konseli. Penghargaan positif tanpa syarat mengimplikasikan bahwa konselor meneriam konseli sebagai individu yang memiliki potensi untuk menjadi baik, rasional, dan bebas. Karena orang yang memilki harga diri, martabat, dan sifat-sifat unik sebagai individu, maka mereka membutuhkan pendekatan konseling yang terindividualisasikan. Pada umumnya konselor KBP menolak memberikan nasehat atau solusi, penggunaan moral, dan membuat pertimbangan nilai. Diagnosa dan interpretasi dipandang dapat merusak proses konseling.
Untuk menyatakan sikap-sikpa tersebut diatas, konselor KBP menggunakan beberapa teknik seperti mendengarkan aktif dan pasif, refleksi perasaan dan fikiran, klarifikasi, rangkuman, konfrontasi kontradiksi, dan arahan terbuka atau arahan umum yang dapat membantu konseli untuk mengeksplorasi dirinya (Hackney & Cormier, 2001; Poppen & Thompson, 1984). Meskipun demikian, teknik utama dalam KBP adalah mendengarkan aktif (active listening). Penerapan teknik ini memungkinkan konseli untuk mengetahui bahwa konselor mendengarkan dan mengerti dengan benar terhadap semua yang telah dikatakannya.
Disamping teknik, juga terdapat penekanan tertentu dalam KBP. Yang pertama adalah penekananpada keberadaan di sisni dan sekarang baik di dalam atau di luar situasi konseling. Konselor tidak perlu mengetahui sifat dan sejarah kesulitan konseli. Apa yang telah terjadi pada masa lalu dan menyebabkan kesulitan konseli pada saat ini tidaklah penting buat konselor kecuali cara konseli mengalami perasaannya disini dan sekarang.
Penekanan lain dalam KBP adalah perlunya konselor untuk lebih memusatkan perhatian pada aspek emosional konseli alih-alih elemen intelektualnya. Secara intelektual konseli mungkin mengetahui situasi riil yang dihadapi, tetapi karena konseli merespon secara emosional, pengetahuan ini tidak membantu untuk mengubah perilakunya. Meskipun konseli muali bicara tentang situasi-situasi khusus dan menegaskan isi faktual dari situasi-situasi tersebut, konselor sebaiknya membantu konseli untuk memusatkan perhatian pada perasaan tentang dirinya, orang lain, dan peristiwa-peristiwa yang berlangsung di lingkungannya. Konselor kemudian merefleksikan perasaan-perasaan tersebut pada konseli seakurat mungkin agar konseli dapat dipersepsi oleh konseli secara obyektif.

·         Proses Konseling
Dalam KBP konselor harus membiarkan konseli untuk menetapkan sendiri tujan konseling yang diinginkannya. Ini konsisten dengan pandangan Rogers bahwa konseli adalah individu yang memiliki kemampuan untuk dapat mengembangkan dan mengelola perilakunya sendiri. Konselor yang menetapkan tujuan untuk konseli mengindikasikan bahwa ia mengingkari pandangan tentang sifat dasar manusia yang dipegang oleh KBP. Konselor seperti itu tidak sanggup untuk membantu individu belajar menjadi pribadi yang otonom (mandiri) dan melepaskan diri dari ketergantungan terhadap lingkungan (Rogers, 1969).
Untuk membantu konseli mencapai tujuan, konselor harus mampu menciptakan iklim yangmengandung kondisi pertumbuhan. Kondisi pertumbuhan tersebut meliputi beberapa dimensi yakni (Corey, 1981, 2004; George & Cristiani, 1981; Thompson, Rudolph & Henderson, 2004):
Ø  Konselor membentuk kontak psikologis dengan konseli
Ø  Konseli berada dalam kondisi mengalami
Ø  Konselor harus mengkomunikasikan empati, kongruensi, dan penghargaan positif tanpa syarat
Ø  Menekankan pada persepsi atau dunia subyektif konseli
Keempat kondisi pertumbuhan tersebut merupakan kondisi-kondisi yang penting dan mencukupi bagi terjadinya perubahan perilaku konseli.


RENCANA PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING
·         Bidang                        : Belajar
·         Jenis Layanan             : Konseling Kelompok
·         Sekolah                       : SMA Negeri Harapan Indah
·         Sasaran                        : Siswa Kelas XII IPA A
·         Alokasi Waktu            : 1 x 45 Menit
·         Tempat                        : Ruang BK
·         Tanggal                       : 30 Oktober, 2012,
·         Waktu                                     : 14.00 – 14.45
·         Pelaksana                    : Konselor Sekolah
·         Konselor                      : Feni Etika Rahmawati
·         Konseli                        : -    Fakihatur Rahma
-          Maufurotus Shofuhah
-          Putri Dewi
-          Brillian Faharuddin
·         Latar Belakang            :
Belajar merupakan aktivitas yang berat sehingga membutuhkan kesiapan yang betul-betul baik dari fisik maupun mental. Ketika kita belajar, tidak lepas dari masalah-masalah dalam belajar. Secara umum kondisi belajar internal dan eksternal akan mempengaruhi belajar. Kondisi itu antara lain, pertama, lingkungan fisik. Lingkungan fisik yang ada dalam proses dan di sekitar proses pembelajaran memberi pengaruh bagi proses belajar. Kedua, suasana emosional siswa. Suasana emosional siswa akan memberi pengaruh dalam proses pembelajaran siswa. Hal ini bisa dicermati ketika kondisi emosional siswa sedang labil maka proses belajarpun akan mengalami gangguan. Ketiga, lingkungan sosial. Lingkungan sosial yang berada di sekitar siswa juga turut mempengaruhi bagaiman seorang siswa belajar.

·         Tujuan                         :
Tujuan konseling client centered adalah untuk membina kepribadian konseli secara integral, berdiri sendiri, dan mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah sendiri. Kepribadian yang integral adalah struktur kepribadiannya tidak terpecah. Kepribadian yang berdiri sendiri adalah yang mampu menentukan pilihan sendiri atas dasar tanggung jawab kemampuan.

·         Indikator Keberhasilan :
ü  Siswa mampu memecahkan masalahnya sendiri secara bijaksana.
ü  Siswa mampu menentukan pilihan sendiri atas dasar tanggungjawab kemampuan.

·         Sarana dan Prasarana :
o   Ruang BK
o   Meja dan kursi

·         Langkah – Langkah Pelaksanaan :
*   Pendahuluan, yaitu konselor menerima kehadiran konseli atas kesadaran dan inisiatif sendiri dengan mengemukakan segala permasalahannya. Pada langkah ini konselor perlu menciptakan suasana yang kondusif, hubungan interpersonal penuh keakraban dan kehangatan, sehingga konseli merasa kehadirannya mendapatkan respon positif dari konselor.
*   Penjelasan masalah, yaitu langkah di mana konselor memberikan kesempatan dorongan kepada konseli untuk mengungkapkan perasaannya (self reflection) dan perkiraannya secara bebas yang berkaitan dengan permasalahannya. Sehubungan dengan hal ini, konselor dituntut secara tulus dan profesional mampu menjernihkan perasaan-perasaan konseli yang bersifat negatif termasuk menerima perasaan-perasaan positif dari konseli dengan penuh kesadaran.
*   Penggalian latar permasalahan, yaitu langkah di mana konselor mendorong konseli untuk mengungkapkan lebih lengkap, mendalam dan terbuka. Hal ini diharapkan konseli secara berangsur-angsur mengenal, memahami dan mererima keadaann dirinya sendiri beserta permasalahannya secara utuh.
*   Penyelesaian masalah, yaitu langkah konselor mendorong konseli menyalurkan perasaan dan pikirannya ke arah pengambilan keputusan dan tindakan dalam rangka memecahkan masalahnya.
*   Penutupan, yaitu konselor memberikan ringkasan tentang jalannya pembicaraan/pembahasan dalam proses konseling. Menegaskan kembali kesempatan ini konselor perlu tetap menumbuhkembangkan hubungan interpersonal yang dilandasi good raport sehingga konseli merasa diterima kehadiran dan permasalahanya tentang keputusan tindakan yang diambil konseli. Pada langkah ini juga konselor memberikan dorongan kepada konseli untuk melaksanakan keputusan tindakan yang telah ditetapkan serta menawarkan bantuan bilamana menghadapi masalah baru. Dalam kesempatan ini konselor perlu menumbuhkembangkan hubungan interpersonal yang dilandasi good raport sehingga konseli merasa diterima kehadiran dan permasalahannya.

·         Rancangan Kegiatan   :
ü  Tahap Pembentukan
a.       Konselor mengucapkan salam dan memimpin doa.
b.      Konselor mengucapkan terima kasih atas kesediaan para siswa dan memberikan motivasi kepada para siswa.
c.       Konselor menjelaskan tentang pengertian konseling kelompok.
d.      Menjelaskan tujuan konseling kelompok
e.       Menjelaskan asas-asas dalam konseling kelompok.
ü  Tahap Peralihan
a.       Konselor menanyakan kesiapan anggota kelompok untuk melaksanakan kegiatan selanjutnya.
b.      Konselor menjelaskan batasan masalah yang akan dibahas dalam konseling kelompok.
ü  Tahap Kegiatan
a.       Konselor memberikan kesempatan kepada anggota kelompok untuk mengungkapkan permasalahan pribadinya secara bergiliran.
b.      Setelah anggota kelompok menyampaikan masalah pribadinya masing-masing, konselor menawarkan kepada anggota kelompok untuk membahas masalah mana yang akan dibahas terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan bersama.
c.       Konselor menanyakan kepada siswa yang bersangkutan apakah setuju bila masalahnya dibahas dalam forum tersebut.
d.      Setelah siswa yang bersangkutan mengungkapkan masalahnya, anggota kelompok yang lain aktif memberikan pendapat, aktif bertanya, dan memberikan alternatif pemecahan masalahnya.
e.       Konselor menerapkan strategi konseling client centered untuk membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh anggota kelompok.
f.       Konselor membacakan cerita.
ü  Tahap penutup
a.       Menjelaskan bahwa kegiatan konseling kelompok akan segera diakhiri.
b.      Meminta anggota kelompok untuk menyampaikan kesannya dalam kegiatan konseling kelompok.
c.       Konselor mengucapkan terima kasih dan ditutup oleh doa yang dipimpin oleh salah satu anggota kelompok.


·         Evaluasi
ü  Laiseg ( penilaian segera)
ü  Laijapen ( penilaian jangka pendek)
ü  Laijapan ( penilaian jangka panjang )


VERBATIM KONSELING KELOMPOK-Client (Person) Centered

VERBATIM  KONSELING KELOMPOK
Client (Person) Centered


Di bawah ini disajikan kutipan dari suatu wawancara yang diselenggarakan menurut pendekatan Rogers. Konseli adalah seorang beberapa siswa kelas XII SMA yang memiliki beban masalah dengan teman sekelasnya yang berdampak pada ketidak nyamanan dalam kegiatan belajar mengajar. Para konseli menghadap konselor sekolah setelah sebelumnya membuat janji.        
Konseli            : “Assalamu’alaikum Bu....”
Konselor         : “Walaikumsalam......”
  “Eh…Fakiha, Dewi, Ema, Brilian,, mari silakan masuk Nak.....”
   “Ayo silakan duduk”
Konseli            : “iya Bu, terima kasih”.
"Maaf Bu, kami agak terlambat datang. Tadi kami sehabis mata pelajaran olahraga langsung ganti baju Bu...jadi baru bisa datang"
Konselor         : "iya, ibu mengerti. Tidak apa-apa.
Konselor         : "Kalian ingin beristirahat sebentar? Ke sini tadi agak tergesa-gesa bukan?”  
Konseli            : "Ya Buk terimakasih.."
Konselor         : "Nah, Ketika Kita bertemu tadi pagi, Fakiha hanya mengatakan ingin bertemu Ibu bersama teman – teman yang lain dan  Fakiha belum  mendapat kesempatan untuk berbicara lebih banyak kepada ibu. Coba sekarang ceritakan kepada Ibu, barang kali ada sesuatu yang ingin Reni sampaikan"
Konseli            : "Mulai dari mana ya Buk?"(terlihat mulai diam dan menunduk tidak berani menatap konselor)
Konselor         : "nampaknya kalian menyimpan perasaan yang kurang mengenakkan?"
“Apakah benar seperti itu?”
Konseli            : “Iya Buk...” (kemudian diam.....)
Konselor         : “Ibu memahami perasaan kalian,,,tetapi apakah bisa kita bicarakan bersama?”
Konseli            : “Saya inginnya seperti itu Buk, tapi.....” (diam dan menunduk)
Konselor         : “kalau begitu, Ibu ingin mendengar apa yang membuat perasaan kalian tidak enak itu”
Fakiha            : “begini Buk,,di kelas kami ini ada masalah bud an itu menganggu konsentrasi kami saat belajar mengajar dikelas bu. Saya merasa kurang nyaman bu berada di kelas. ” (Fakiha diam dan menangis)
Konselor         : “menangis saja tidak apa-apa” (sampil memberikan Tissue). “lalu bagaimana?” (memandang kepada konseli yang lain)
Dewi            : “benar bu yang dikatakan oleh Fakiha tadi. Di kelas kami itu, terpecah menjadi beberapa golongan bu. Dan kami merasa hal itu menjadikan kegiatan belajar mengajar jadi kurang kondusif. Apa lagi ada golongan yang menurut saya itu terlalu menonjol Bu. Dalam hal pelajaran memang mereka menguasai dan bisa dikatakan pintar dari pada teman – teman yang lain termasuk kami ini. Namun tingkah mereka itu Bu, terlalu meremehkan kita Bu. Tak jarang bu mereka itu mengolok – olok kami.”
Konselor         : “Bisakah kalian menjelaskan lebih jauh mengenai keadaan di kelas kalian?”
Ema                  : “ Begini Bu, mungkin di luar kelas kami kelihatannya banyak yang pintar dan kompak, namun hal tersebut pada kenyataannya tidak bu, anak – anak yang cenderung pintar membuat grup sendiri dan seakan menguasai kelas kami, dan kami ini adalah kaum yang di injak – injak oleh mereka....”
Konselor         : “Ow…begitu, Apakah teman – teman yang lain juga merasakan hal yang sama dengan kalian?”
Brilian             : “Sebenarnya teman – teman yang lain itu juga merasakan hal yang sama seperti kita bu, tapi mereka bisa cuek karena Genk X itu tidak terlalu menindas yang lain namun kita yang sering di tindas oleh mereka bu...”
Konselor         : “selanjutnya apa yang akan kalian lakukan dalam hal ini?”
Fakiha             : “saya....saya masih bingung Buk, saya bingung apa yang harus saya lakukan dan apa yang  terbaik untuk saya...mungkin yang terbaik saya harus pindah kelas saja Buk, agar tidak di tindas terus.”
Konselor           : “Apakah dengan cara seperti itu sudah merasa masalahnya teratasi?”
Dewi               : “Tidak juga sih Buk...saya masih terus memikirkanya...”
Konselor           : “Nah, kalian bisa berfikir seperti itu karena apa? Nampaknya kalian dalam mengambil keputusan tersebut masih terbawa emosi.”
Ema                  : “Mungkin benar yang ibu bilang, kami dalam mengambil keputusan itu masih pakai emosi, karena kami ini merasa sangat tidak nyaman dengan keadaan kelas kami bu.”
Brilian               : “Yang harus kami lakukan apa bu?”
Konselor           : “Apakah kalian pernah menegur perilaku Genk X tersebut?”
Konseli             : “(menggelengkan kepala semua)”
Konselor           : “Nah…kalian belum mencobakan untuk membicarakannya kepada mereka kan. Mungkin kalian bisa mencobanya terlebih dahulu untuk mengungkapkan perasaan kalian kepada mereka”
Dewi                 : “Kami takut bu”
Konselor           : “Takut kenapa dewi?”
Dewi                 : “Takut nanti malah lebiih di tindas Bu”
Ema                  : “Iya bu…kemarin – kemarin sebelum kita datang kesini kami sempat berfikiran untuk menegur mereka, namun kami takut nantinya malah lebih di tindas lagi bu setelah kami tegur.”
Konselor           : “Sebaiknya kalian coba dulu, siapa tau setelah kalian tegur sikap mereka berubah kan?”
Fakiha               : “iya juga sich bu….mungkin kami perlu mencobanya”
Konselor           :“ Nampaknya kalian sudah memahami masalahnya sendiri yaitu bagaimana untuk bisa menghilangkan rasa takut terhadap mereka.”
Brilian               : “Ya Buk....tapi perasaan itu selalu membuat saya bingung sepertinya sulit sekali hilang,...”
Konselor         : “ Kalian sudah kelas XII bukan?”
Konseli            : “benar Buk...”(serempak)
Konselor         : “Kalian sekolah disini tinggal beberapa bulan lagi, sebentar lagi lulus, sedangkan saat ini kalian mengalami perasaan tertekan dalam kegiatan belajar mengajar, bagaimana ini?”
Fakiha          : “Ya Buk, Cita-cita saya, saya ingin lulus dengan hasil yang baik, dan saya sudah berjanji untuk tidak membuat orang – orang yang saya sayangi itu kecewa..”
Konselor         : “Bagus sekali tekad Fakiha. Ibu mendukung pendapatmu...Lalu apakah kalian mempunyai cara untuk mengatasi masalah yang kalian alami ini?”
Ema                  : “Saya masih bingung Buk,,,rasa takut dan tertekan itu selalu menghantui saya bu....dan hal tersebut membuat nilai ulangan saya turun karena perasaan yang tertekan saya ini.”
Konselor         : “ketakutan seperti itu harus segera Ema hilangkan demi kesuksesan kalian meraih cita-cita yang sudah kalian inginkan selama ini. Ibu yakin kalian mampu mengatasinya...”
Brilian            : “saya masih terus berfikir Buk, bagaimana cara menghilangkan perasaan yang selalu saya rasakan setiap kali saya berada di kelas saya bu”
Konselor         : “Apakah kalian tidak ada niatan untuk membicarakan masalah ini kepada mereka?karena nantinya akan berdampak pada prestasi kalian….”
Dewi               : “Wahhh...haruskah saya bicarakan Buk? Saya takut....”
Konselor         : “Kalian ingin perasaan tidak enak itu hilang bukan?”
Konseli            : “Iya buk....”(serempak)
Konselor         : “kalau kalian tidak mengungkapkannya, jangan-jangan nanti itu hanya perasaan kalian saja dan mereka melakukan hal tersebut hanya untuk bercanda atau apa tapi kalian yang merasa tindakan mereka tersebut keterlaluan”
Ema                  : “Benar juga sih Buk, harusnya saya diskusikan dengan mereka, agar kami mengetahui alas an mereka melakukan tindakan tersebut terhadap kami sehingga masalah ini menjadi jelas.”
Fakiha               : “mungkin besok kami akan membicarakannya dengan mereka bu.”
Konselor         : “Ya bagus. Memang seharusnya seperti itu. “
“Kira-kira apa yang akan Kalian rencanan sebagai tindak lanjut dari pembicaraan kalian dengan mereka (genk X)?”
Brilian               : “kalau memang nanti pembicaraan dengan mereka (genk X) tidak mendapatkan jalan keluar, saya akan membicarakan masalah ini kepada ibuk lagi .”
Koselor           : “Ya..ibu akan mendukung usaha yang kalian lakukan.”
“Sebelum kita menutup pembicaraan, bagaimana perasaan kalian sekarang?”
Fakiha          : “saya sudah merasa lega sekali Bu, perasaan yang membebani saya sudah berkurang. Dan sekarang saya sudah paham apa yang harus saya lakukan.”
Dewi                 : “ Saya juga bu…saya merasa lega setelah mengungkapkan perasaan saya kepada ibu mengenai masalah ini. Dan saya setidaknya tahu apa yang akan saya lakukan untuk mengatasi masalah ini.”
Ema                  : “ saya juga merasakan apa yang diraskan oleh teman – teman bu, saya merasa lega dan berkurang beban yang saya alami ini. Dan setelah saya sharing dengan ibuk saya bisa mengatasi masalah ini dengan bijaksana”
Konselor         : “Baiklah….Apakah masih ada yang ingin kalian sampaikan kepada Ibi?”
Brilian            : “sudah bu, hanya itu masalah yang membebani kami.”
Konselor         : “kalau begitu, kita tutup pembicaraan ini dan Ibu berterimakasih sekali karena kesediaan kalian menemui Ibu.”
Fakiha            : “Iya Buk, kalau ada apa-apa lagi bolehkah kami menemui Ibu lagi?”
Konselior        : “silakan Fakiha datang kapan saja, Ibu siap membantu kalian.”
Ema                 : “terimakasih Bu, kami pamit dulu.”
Konselor         : “iya silakan”
Konseli            : “Assalamu’alaikum”
Konselor         : “Walaikumsalam”

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar