LuFenSio. Diberdayakan oleh Blogger.

RSS
Container Icon

Konseling Kelompok Naratif dan Verbatim



Konseling Naratif
RENCANA PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING
·         Bidang                     : Pribadi – sosial
·         Jenis Layanan          : Konseling Kelompok
·         Masalah                   : Sulit beradaptasi dengan Lingkungan Baru
·         Alokasi Waktu        : 1 x 45 Menit
·         Tempat                    : Ruang BK
·         Tanggal                   : 27 November, 2012,
·         Waktu                      : 14.00 – 14.45
·         Tujuan                     :
Tujuan umum konseling naratif adalah membawa konseli agar dapat menggambarkan pengalaman mereka dalam bahasa baru dan segar. Dalam hal ini dilakukan sampai konseli menemukan pandangan baru. Bahasa baru ini memungkinkan konseli untuk mengembangkan makna baru bagi pikiran yang bermasalah, perasaan, dan perilaku (Freedman & Combs, 1996). Terapi narasi hampir selalu mencakup kesadaran akan dampak dari berbagai aspek budaya dominan pada kehidupan manusia. Praktisi berusaha untuk memperbesar sudut pandang dan fokus serta memfasilitasi penemuan atau penciptaan pilihan baru yang unik untuk orang-orang yang mereka lihat. Dengan menggunakan terapi naratif ini diharapkan konseli dapat mengambil pelajaran bagaimana mereka beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

·         Pelaksana                : Konselor Sekolah
   Konselor                  : Feni Etika Rahmawati 
  Konseli                    : -    Fakihatur Rahma
 -          Maufurotus Shofuha
-          Putri Dewi
-          Brillian Faharudin
·         Konsep dasar
Terapi Naratif mengadopsi pendekatan yang melibatkan perubahan fokus dari teori paling tradisional. Terapis dianjurkan untuk membangun pendekatan kolaboratif dengan minat khusus pada konseli dengan mendengarkan cerita-cerita; untuk mencari tahu dalam kehidupan klien( misal.tinggal alternatif cerita): menggunakan pertanyaan sebagai cara untuk melibatkan konseli dan memfasilitasi mereka eksplorasi, untuk menghindari diagnosis dan pelabelan konseli atau menerima sepenuhnya berdasarkan deskripsi masalah; untuk membantu konseli dalam pemetaan  pengaruh masalah yang dimiliki dalam kehidupan mareka; dan untuk membantu konseli memisahkan diri dari cerita-cerita yang dominan yang telah diinternalisasi sehingga hati/ pikiran yang sering kali disebut sebagai ruang dapat dibuka untuk menciptakan kisah kehidupan alternatif. (Freddman&Combs, 1996).

·         Peran Stories
Kita hidup dengan cerita yang kita ceritakan tentang diri kita dan orang lain katakan tentang kita. Cerita ini sebenarnya membentuk realitas yang dalam, bahwa mereka membangun dan membentuk apa yang kita lihat, rasakan dan lakukan. Cerita kita hidup dan tumbuh dari percakapan dalam konteks sosial dan budaya. Tetapi klien tidak mempunyai  peran patologis, korban yang hidup tanpa harapan dan menyedihkan, melainkan mereka muncul sebagai pemenang yang berani menceritakan kisah-kisah nyata. Cerita tidak mengubah orang yang mengatakan cerita, tetapi juga mengubah terapis yang beruntung menjadi bagian dari proses ini( Monk, 1997).

·         Mendengarkan dengan  an open mind
Semua teori kontruksionis sosial menekankan pada konseli untuk mendengarkan tanpa menghakimi atau menyalahkan , menegaskan dan menghargai mereka. Lindsley (1994) menekankan bahwa terapis dapat mendorong konseli untuk mempertimbangkan kembali peniaian absolut yang bergerak ke arah melihat keduanya “baik” dan “buruk” unsur-unsur dalam situasi. Terapis Naratif melakukan upaya tanpa memaksakan sistem nilai mereka dan interpretasi. Mereka ingin menciptakan makna dan kemungkinan-kemungkinan baru konseli yang berbagi cerita bukan dari prasangka dan pada akhirnya sebuah teori dan nilai penting dipaksakan. Walaupun terapis Naratif membawa kepada usaha terapis tentang  sikap tertentu seperti: optimisme, hormat, keingintahuan, ketekunan, dan menghargai konseli untuk mengetahui, mereka dapat mendengarkan masalah-kisah kejenuhan konseli tanpa terjebak. Sebagai terapis Naratif, dalam mendengarkan cerita konseli, mereka tetap waspada untuk rincian yang memberikan bukti  dari kompetensi konseli dalam melawan masalah yang menindas.
·         Tahap-tahap Konseling
Ini gambaran singkat mengenai langkah-langkah dalam proses terapi narasi menggambarkan struktur pendekatan narasi (O'Hanlon, 1994, hlm 25-26):
a.        Berkolaborasi dengan konseli untuk datang dengan nama yang dapat diterima bersama untuk masalah tersebut.
b.        Melambangkan masalah dan menghubungkan pada keinginan yang menekan dan strategi untuk masalah tersebut.
c.        Menyelidiki bagaimana masalah telah mengganggu, mendominasi, atau mengecilkan hati/mengecewakan konseli.
d.        Mintalah konseli untuk melihat ceritanya dari perspektif yang berbeda dengan menawarkan makna alternatif dari peristiwa yang dialaminya .
e.        Temukan saat-saat ketika konseli tidak didominasi atau berkecil hati oleh masalah dengan mencari pengecualian untuk masalah ini.
f.         Menemukan bukti historis untuk mendukung pandangan baru dari konseli sebagai orang yang cukup kompeten untuk menantang, mengalahkan, atau keluar dari dominasi atau tekanan masalah. (Pada tahap ini identitas orang tersebut dan kehidupan cerita mulai mendapatkan ditulis ulang.)
g.        Meminta konseli untuk berspekulasi mengenai masa depan bagaimana yang bisa diharapkan dari kekuatan dan kompetensi seseorang. Sehingga konseli menjadi terbebas dari cerita-cerita masalah yang menjenuhkan dari masa lalu, dan ia dapat membayangkan dan merencanakan untuk masa depan yang kurang bermasalah.
h.        Menemukan atau menciptakan audiens untuk memahami dan mendukung cerita baru. Tidaklah cukup untuk membaca cerita baru. Konseli perlu untuk hidup baru cerita luar terapi. Karena orang itu masalah awalnya dikembangkan dalam konteks sosial, adalah penting untuk melibatkan lingkungan sosial dalam mendukung kisah hidup baru yang telah muncul dalam percakapan dengan terapis. Winslade dan Monk (2007) menekankan bahwa percakapan narasi tidak mengikuti perkembangan linier dijelaskan di sini, karena lebih baik memikirkan langkah-langkah dalam hal perkembangan siklus yang mengandung unsur-unsur berikut:
ü   Pindah cerita masalah ke arah deskripsi externalized masalah
ü   Peta efek dari masalah pada individu
ü   Dengarkan tanda-tanda kekuatan dan kompetensi di problemsaturated individu cerita
ü  Membangun cerita baru kompetensi dan mendokumentasikan prestasi ini

·         Rancangan Kegiatan                :
ü  Tahap Pembentukan
a.        Konselor mengucapkan salam dan memimpin doa.
b.        Konselor mengucapkan terima kasih atas kesediaan para siswa dan memberikan motivasi kepada para siswa.
c.        Konselor menjelaskan tentang pengertian konseling kelompok.
d.        Menjelaskan tujuan konseling kelompok
e.        Menjelaskan asas-asas dalam konseling kelompok.
ü  Tahap Peralihan
a.        Konselor menanyakan kesiapan anggota kelompok untuk melaksanakan kegiatan selanjutnya.
b.        Konselor menjelaskan batasan masalah yang akan dibahas dalam konseling kelompok.
ü  Tahap Kegiatan
a.        Konselor memberikan kesempatan kepada anggota kelompok untuk mengungkapkan permasalahan pribadinya secara bergiliran.
b.        Setelah anggota kelompok menyampaikan masalah pribadinya masing-masing, konselor menawarkan kepada anggota kelompok untuk membahas masalah mana yang akan dibahas terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan bersama.
c.        Konselor menanyakan kepada siswa yang bersangkutan apakah setuju bila masalahnya dibahas dalam forum tersebut.
d.        Setelah siswa yang bersangkutan mengungkapkan masalahnya, anggota kelompok yang lain aktif memberikan pendapat, aktif bertanya, dan memberikan alternatif pemecahan masalahnya.
e.        Konselor menerapkan strategi konseling naratif untuk membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh anggota kelompok.
f.         Konselor membacakan cerita.
ü  Tahap penutup
a.        Menjelaskan bahwa kegiatan konseling kelompok akan segera diakhiri.
b.        Meminta anggota kelompok untuk menyampaikan kesannya dalam kegiatan konseling kelompok.
c.        Konselor menawarkan kepada anggota kelompok bagaimana jika diadakan kegiatan seperti ini lagi pada kesempatan-kesempatan yang lain sehingga terjadi kesepakatan antara konselor dengan anggota kelompok.
d.        Konselor mengucapkan terima kasih dan ditutup oleh doa yang dipimpin oleh salah satu anggota kelompok.

Cerita
Fulanah adalah putri seorang pemilik pondok disalah satu pondok di Kediri. Dia dibesarkan dilingkungan yang sangat Religius dan sangat menaati nilai – nilai dan juga norma – norma agama Islam. Fulanah adalah seorang Mahasiswa disalah satu Universitas di Jogjakarta, dia termasuk anak yang berprestasi disana. Teman – teman Fulanah, tak sedikit yang berbeda kebiasaan, Budaya, adat istiadat, bahkan berbeda keyakinan dengan Fulanah. Namun, Fulanah tetap berteman dengan mereka, dia tidak memandang perbedaan tersebut karena dia memiliki keyakinan bahwa semua manusia itu sama dimata Tuhan hanya saja berbeda dalam beribadah kepada Tuhan.
Kebanyakan teman Fulanah adalah anak yang gaul, mereka mengikuti perkembangan yang ada dimasyarakat baik itu hal yang baik ataupun hal yang cenderung merusak moral. Walau banyak teman – temannya yang suka berpakaian terbuka, berkata kotor, dan berbuat maksiat, Fulanah tidak menghindari mereka. Fulanah tetap berteman dengan mereka. Fulanah memang berteman dengan mereka namun dia tetap berpegang teguh dengan apa yang telah dia jadikan prinsip. Sehingga Fulanah tetap memiliki banyak teman dan tidak melepaskan apa yang sudah jadi prinsipnya daridulu.


VERBATIM KONSELING KELOMPOK- Konseling Naratif

VERBATIM  KONSELING KELOMPOK
Konseling Naratif
Ema adalah seorang mahasiswa baru sebuah universitas di Surabaya, Ema tinggal di lingkungan yang agamis dan religius, Sebelumnya Ema adalah seorang siswa Madarasah Aliyah di Surabaya. Ema bercita-cita ingin menjadi seorang penulis sehingga ia melanjutkan kuliah di Fakultas Bahasa dan Sastra sebuah Universitas di Surabaya. Ketika ia memulai lingkungan baru di perkuliahan, ia mengalami kesulitan beradaptasi karena lingkungan kampusnya berbeda jauh dengan lingkungan sebelumnya yang kental dengan nilai-nilai religius. Begitu juga dengan Fakiha yang mempunyai latarbelakang keluarga yang religius. Akhirnya Ema dan Fakiha memutuskan untuk menemui seorang Konselor di kampusnya berharap ia bisa menyelesaikan permasalahannya dengan mengikuti konseling.
Dewi juga merupakan mahasiswa baru di sebuah universitas di Surabaya, Dewi juga mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar karena Dewi memiliki style dalam berpakaian berbeda dengan teman – temannya. Teman – temannya kebanyakan selalu mengikuti trend terbaru sedangkan Dewi tetap dengan style yang dia suka. Sedangkan Brilian mempunyai masalah sulit beradaptasi dengan teman – temannya, karena menurut dia kegiatan yang dilakukan oleh teman – temannya tersebut tidak bermanfaat dan membuang – buang waktu saja. Untuk mengatasi masalah tersebut mereka berniat untuk menemui seorang Konselor untuk melakukan konseling.
Konseli                      : “Assalamu’alaikum…”
Konselor                    : “Wa’alaikum salam….silakan masuk mbak…”
Konseli                      : “Iya terimakasih,Bu”
Konselor                    : “Sebelumnya dengan Mbak siapa ya?”
Ema                           : “Saya Ema Bu.”
Fakiha                       : “Saya Fakiha Bu.”
Konselor                    : “Bagaimana Kabarnya mbak Ema?”
Ema                           : “Alhamdulillah sehat Bu”
Konselor                    : “Alhamdulillah kalau begitu, kalau mbak Fakiha?”
Fakiha                       : “Alhamdulillah sehat juga Bu, walau agak batuk – batuk sedikit”
Konselor                    : “Alhamdulillah…. Ada yang bisa ibu bantu?”
Ema                           : “Begini Bu, kita kesini ingin melakukan konseling dengan ibu, apakah ibu ada waktu?”
Konselor                    : “Oh iya mbak…saya ada waktu, kebetulan hari ini saya tidak sibuk, Sebelumnya apakah mbak Ema dan Mbak Fakiha masalahnya sama dan sudah saling kenal?”
Ema                           : “Iya Bu…masalah kami sama dan kami saling mengenal.”
Tok…Tok….
Konseli                      : “Assalamu’alaikum.”
Konselor                    : “Wa’alaikum salam.”
Dewi                         : “Maaf mengganggu Bu. Apakah Ibu sedang sibuk? Saya ingin melakukan konseling.”
Konselor                    : “Apakah Mbak ema dan Mbak Fakiha tidak keberatan?”
Ema                           : “Tidak Bu”
Konselor                    : “Baiklah silahkan Mbak Mas”
“Sebelum kita melakukan konseling bagaimana kalau kita perkenalan terlebih dahulu agar kita saling mengenal.”
Dewi                         : “Iya Bu….Perkenalkan nama saya Dewi”
Brilian                       : “Nama saya Brilian”
Ema                           : “Nama saya Ema”
Fakiha                       : “Dan nama saya Fakiha”
Konselor                    : “Apakah sebelumnya kalian pernah melakukan konseling?”
Fakiha                       : “Belum Bu…”
Ema                           : “Kalau saya sudah Bu.”
Dewi                         : “Saya juga belum Bu”
Brilian                       : “saya juga…”
Konselor                    : “Baiklah…dalam konseling ini nanti kita membuat kesepakatan masalah apa saja yang telah kita bahas nanti tidak akan kalian bicarakan diluar karena ini adalah rahasia kita bersama. Dan dalam konseling ini nati kita akan mendengarkan apa saja yang sedang kalian alami dan nanti kita membahas masalah tersebut bersama – sama. Bagaimana apakah sampai disini jelas?”
Ema                           : “Iya bu jelas.”
Konselor                    : “baiklah kalau begitu sekarang kita mulai konselingnya. Boleh tahu apa masalah yang sedang kalian alami?”
Fakiha                       : “hmmmm….”(ragu – ragu)
Konselor                    : “Sepertinya mbak Fakiha merasa takut untuk mengungkapkannya.”
Fakiha                       : (Tersenyum malu - malu)
Konselor                    : “Dalam proses konseling itu terdapat asas kerahasian. Apa yang akan Anda ungkapkan dalam proses konseling maka tidak akan tersebar luas diluar sana karena kita semua menjaga kerahasiaan tersebut. Jadi Anda tidak usah ragu untuk mengungkapkan apa saja yang ada didalam benak Anda.”
Fakiha                       : “Baik Bu…jadi begini Bu, masalah kita itu hampir sama yaitu saya merasa sulit beradaptasi di kampus Bu. Suasana kampus berbeda sekali dengan suasana yang ada di lingkungan saya dahulu”
Ema                           : “Iya bu….saya juga merasa seperti itu. Saya ingin melakukan sesuatu jadi terbatas karena saya sulit beradaptasi.”
Konselor                    : “Lalu masalah apa yang sedang mbak Dewi alami?”
Dewi                         : “Masalah saya juga tentang sulit beradaptasi Bu. Teman – teman saya menjauhi saya karena saya aneh kata mereka”
Konselor                    : “Aneh bagaimana?”
Dewi                         : “Katanya dari cara saya berdandan Bu. Katanya pakaian saya jadul, cara saya berdandan tidak jaman.”
Konselor                    : “Oww…jadi seperti itu…kalau mas Brilian?”
Brilian                       : “saya juga sama Bu. Masalah saya tidak bisa beradaptasi dengan baik, saya jarang ikut kegiatan yang biasanya diadakan oleh teman – teman.”
Konselor                    : “Apa yang menyebabkan anda jarang mengikuti kegiatan – kegiatan tersebut?”
Brilian                       : “Karena menurut saya hal tersebut hanya membuang – buang waktu saja bu.”
Konselor                    : “Baiklah….dari masalah yang sudah kalian ungkapkan tadi. Masalah mana yang akan terlebih dahulu ditangani?”
Dewi                         : “Sepertinya masalahnya Ema sama Fakiha bisa dibahas Bersama Bu…”
Brilian                       : “Iya bu…selain itu masalahnya Ema dan fakiha kan sama, jadi bisa sekalian mengatasi dua masalah sekaligus.”
Konselor                    : “Baiklah kalau begitu. Apakah Mbak Ema dan Mbak Fakiha Bersedia?”
Ema                           : “Iya Bu.”
Konselor                    : “Baiklah….kita akan membahas masalah yang sedang dialami oleh mbak Ema dan mbak Fakiha. Dan karena masalah yang kalian alami hampir sama yaitu tidak bisa beradaptasi, mungkin dengan ini kalian juga bisa menarik kesimpulan apa yang seharusnya dilakukan dan menerapkan pada diri. Apakah mengerti sampai disini?”
Brilian                       : “Jadi saat kita membahas masalahnya Ema dan Fakiha, saya dan juga Dewi bisa mencontohnya, seperti itu Bu.”
Konselor                    : “Iya benar sekali.”
Brilian                       : “Iya Bu…kami paham.”
Konselor                    : “Baiklah kalau begitu…Bisa kah kalian menceritakan kepada saya bagaimana suasana lingkungan kalian sebelumnya?”
Fakiha                       : “Lingkungan sekitar saya dahulu sebelum masuk universitas itu sangat religious Bu. Orang – orang sekitar itu sopan dalam bertutur kata maupun bertindak”
Ema                           : “Iya Bu, selain itu di lingkungan saya untuk berkata – kata kotor itu sudah sangat memalukan tapi disini justru kebalikannya Bu, berkata – kata kotor seakan menjadi hal yang biasa. Dan melihat tingkah laku mereka juga Bu, seakan tidak punya malu.”
Konselor                    : “Maksudnya tidak punya malu itu seperti apa?”
Ema                           : “Contohnya ya Bu. Dalam berpacaran mereka tidak sungkan untuk melakukan hal – hal yang semestinya dilakukan, dan hal tersebut dilakukan di depan umum.”
Fakiha                       : “Iya Bu, selain itu kebanyakan dari teman – teman itu suka keluar malam. Dan kita selalu diajak untuk keluar malam tapi kita menolak dan hal tersebut membuat kami di olok – olok Bu. Katanya kita itu nggak Gaul, sok suci, dan lain – lain Bu.”
Konselor                    : “Apakah semua teman kalian seperti itu?”
Fakiha                       : “Untuk teman sekelas kami, iya bu…kebanyakan mereka seperti itu. Jadi kami seakan terasingkan Bu, karena saya tidak seperti mereka semua.”
Konselor                    : “Lalu apa yang akan kalian lakukan?”
Ema                           : “Saya tidak tahu Bu.”
Fakiha                       : “Saya serba salah Bu.”
Konselor                    : “Serba salah bagaimana?”
Fakiha                       : “Kalau saya mengikuti mereka saya akan terjerumus kelingkungan yang salah tapi kalau saya menghindari mereka maka saya tidak punya teman.”
Ema                           : “Iya Bu, saya jadi binggung dengan hal tersebut. Saya harus bagaimana Bu?”
Konselor                    : “Mungkin ketakutan kalian itu akan mempengaruhi pergaulan kalian. Begini kalian bisa saja bergaul dengan mereka namun tidak melepaskan apa yang sudah menjadi prinsip kalian.”
Fakiha                       : “Caranya bagaimana Bu?”
Konselor                    : “Begini…ibu mempunyai cerita. Dan dari cerita ini kalian bisa menarik kesimpulan bagaimana seharusnya kalian mengatasi masalah yang sedang kalian alami sekarang.”
Ema                           : “Iya Bu kami akan mendengarkannya”
(konselor mulai menceritakan sebuah cerita dan konseli mendegarkannya)
Konselor                    : “Dari cerita tersebut, apakah kalian bisa menyimpulkan bagaimana mereka mengatasi masalah tersebut?”
Ema                           : “Iya bu. Saya bisa menyimpulkannya”
Konselor                    : “Coba mbak ema ungkapkan apa yang mbak ema ambil dari cerita tadi.”
Ema                           : “Jadi begini Bu. Dari cerita itu tadi mengisahkan bahwa tokoh cerita tersebut bergaul dengan siapa saja termasuk dengan orang – orang memiliki perilaku yang kurang sopan, dia tidak membeda – bedakan akan bergaul dengan siapapun namun dia bisa menjaga apa yang menjadi prinsip hidupnya.”
Konselor                    : “Coba mbak Fakiha, ungkapkan?”
Fakiha                       : “Sama dengan Ema bu. Cerita tersebut mengambarkan seseorang yang memiliki prinsip hidup yang berbeda dengan yang lain namun dia bisa bergaul dengan yang lain. Karena dia tidak membeda – bedakan siapapun yang bergaul dengan dia dan dia tetap teguh dengan prinsipnya walaupun disekitarnya berlainan dengannya.”
Konselor                    : “Jadi bagaimana, apa yang akan kalian lakukan setelah ini?”
Ema                           : “Mungkin yang akan saya lakukan adalah memulai dengan membuka diri terhadap lingkungan sekitar saya yang baru. Dan saya akan berusaha beradaptasi dengannya tetapi saya tidak akan melepas apa yag sudah menjadi prinsip hidup saya Bu.”
Konselor                    : “Baiklah….kalau mbak Fakiha?”
Fakiha                       : “Saya juga sama dengan Ema Bu. Saya akan berusaha untuk beradaptasi dengan teman – teman yang lain jadi saya bisa dapat teman yang banyak dan tidak melepaskan apa yang sudah saya pegang selama ini.”
Konselor                    : “Nah sepertinya kalian sudah bisa menemukan cara bagaimana mengatasi masalah yang sedang kalian alami sekarang.”
Ema                           : “Iya Bu….”
Konselor                    : “Baiklah dari kegiatan konseling kali ini apa yang kalian dapatkan?”
Brilian                       : “itu bu, saya jadi tahu bahwa dalam bergaul bisa dengan siapa saja.”
Ema                           : “menurut saya juga seperti itu, hanya saja kita perlu tetap memegang teguh prinsip yang telah kita punya sebelumnya.”
Konselor                    : “Bagus…kalau mbak Fakiha?”
Fakiha                       : “Saya sependapat dengan Ema bu. Hasil dari kegiatan kita kali ini adalah saya sebaiknya tetap beradaptasi dengan baik sama teman – teman yang lain walaupun mereka itu prinsipnya berbeda dengan saya yang penting saya tetap pada pendirian saya.”
Konselor                    : “Kalau mbak Dewi?”
Dewi                         : “Saya sama dengan teman – teman Bu.”
Konselor                    : “Baiklah pertemuan kita kali ini cukup sampai disini. Mungkin kita akan melakukan pertemuan lagi kapan?”
Brilian                       : “Pada hari dan waktu yang sama bagaimana Bu?”
Konselor                    : “Saya bisa…kalau yang lain?”
Ema                           : “Saya juga sependapat dengan Brilian Bu.”
Dewi                         : “Saya Juga Bu”
Fakiha                       : “Saya setuju Bu.”
Konselor                    : “Baiklah kalau begitu kita akan melanjutka pertemuan ini minggu depan pada hari yang sama dan jam yang sama. Baiklah Ibu tutup kegiatan kali ini. Semoga kegiatan kita ini dapat bermanfaat dan membantu masalah yang sedang kalian alami sekarang.”
Ema                           : “Iya Bu. Saya ucapkan terima kasih atas waktunya.”
Konselor                    : “Sama – sama.”
Konseli                      : “Assalamu’alaikum.” (Serempak)
Konselor                    : “Walaikum salam.”

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar