LuFenSio. Diberdayakan oleh Blogger.

RSS
Container Icon

Self Management



BAB I
PENDAHULUAN

Perkembangan zaman yang semakin kompleks menuntut manusia mampu menempatkan diri dalam setiap situasi dan mampu untuk berkompetisi. Kondisi tersebut sangat rentan membuat manusia mengalami kebingungan dalam membawa diri dalam rangka mencapai tujuan hidupnya. Setiap manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan positif maupun negatif. Setiap perilaku manusia itu merupakan hasil dari proses belajar (pengalaman) dalam merespon berbagai stimulus dari lingkungannya. Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam proses belajar untuk menghasilkan perilaku itu, aspek kognitif juga memiliki peranan penting terutama dalam mempertimbangkan berbagai tindakan yang hendak dilakukan, menentukan pilihan-pilihan dari tindakan itu, dan mengambil keputusan tindakan perilakunya.
Atas dasar semua itu pula, maka strategi ini dapat  memberikan posisi terhormat terhadap proses kognitif dan self -regulated behavior. Berdasarkan pandangan tentang hakikat manusia dan perilakunya itu, maka diterapkannya self-management dalam konseling bertujuan untuk rnembantu konseli agar dapat mengubah perilaku negatifnya dan mengembangkan perilaku positifnya dengan jalan mengamati diri sendiri, mencatat perilaku-perilaku tertentu (pikiran, perasaan, dan tindakannya) dan interaksinya dengan peristiwa-peristiwa lingkungannya, menata kembali lingkungan sebagai isyarat khusus atau anteseden atas respons tertentu, serta menghadirkan diri dan menentukan sendiri stimulus positif yang mengikuti respons yang diinginkan.







BAB II
PEMBAHASAN
2.1.  TEORI
2.1.1   KONSEP DASAR
Self-management merupakan istilah yang akhir-akhir ini popular di kalangan ahli behavioral kontemporer. Dalam Fauzan (1992:33) istilah Self-management memiliki beberapa padanan istilah seperti Self-management dari Michenbaun, Self-control dari Mahoney & Thoresen dan Self-direction dari Watson & Tharp. Istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan pengubahan perilaku individu oleh dirinya sendiri.
Definisi Self-management ada beberapa yang dikemukakan oleh ahli-ahli pendekatan perilaku. Definisi-definisi tersebut antara lain :
·         “Mahoney & Thoresen mengatakan Self-management berkenaan dengan kesadaran dan ketrampilan untuk mengatur keadaan sekitarnya yang mempengaruhi tingkah laku individu (Fauzan, 1992:35).
·         Shelton (1986) yang menggunakan istilah Self-control berkenaan dengan tingkah laku yang menghargai klien dalam memikul tanggung jawab pada kegiatan mereka sendiri melalui pemanipulasian peristiwa internal dan eksternal (Mashut,1997).
·         Cormier & Cormier (1991:519) Self management is a process in which client direct their own behavior change with any one therapeutic strategy or a combination strategies”.  Dan dapat diartikan Self nanagement adalah suatu proses dimana klien mengarahkan sendiri pengubahan perilakunya dengan satu strategi atau gabungan strategi.
Sumber lain (http://lutfifauzan.wordpress.com/2009/12/23/praktik-teknik-konseling-self-management) menyebutkan Self-management merupakan salah satu penerapan dari teori modifikasi perilaku dan merupakan gabungan teori behavioristik dan teori kognitif sosial. Self-management bertujuan untuk membantu konseli menyelesaikan masalah, teknik ini menekankan pada perubahan tingkah laku konseli yang dianggap merugikan orang lain.
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa, teknik perubahan perilaku self management merupakan salah satu dari penerapan teori modifikasi perilaku dan merupakan gabungan teori behavioristik dan teori kognitif sosial. Hal ini merupakan hal baru dalam membantu konseli menyelesaikan masalah karena didalam teknik ini menekankan pada konseli untuk mengubah tingkah laku yang dianggap merugikan yang sebelumnya menekankan pada bantuan orang lain.
2.1.2   KARAKTERISTIK
Menurut Cormier dan Cormier (1985) karakteristik dari self management, yaitu :
1)        Kombinasi dari strategi mengelola diri sendiri biasanya lebih berguna dari pada sebuah strategi tunggal
2)        Penggunaan strategi yang konsisten adalah esensial
3)        Penggunaan penguatan diri sendiri merupakan komponen yang penting
4)        Tunjangan yang diberikan oleh lingkungan harus dipertahankan
5)        Perlu ditetapkan target yang realistis dan kemudian dievaluasi
6)        Dukungan lingkungan mutlak perlu untuk memelihara perubahan-perubahan yang merupakan hasil dari suatu program self management (Rosyidan, 1988)
2.1.3   ASPEK-ASPEK
1.    Konseli dilatih pengarahan diri dalam wawancara.
2.    Konseli mengarahkan diri sendiri melalui tugas pekerjaan rumah.
3.    Konseli mengamati sendiri dan mencatat sendiri tingkah laku yang diinginkan atau pekerjaan rumah.
4.    Menghadiahi diri sendiri setelah keberhasilan langkah-langkah tindakannya dan tugas rumah.
2.1.4   PRINSIP-PRINSIP DASAR SELF-MANAGEMENT
Setiap manusia yang merasa tingkah lakunya tidak menyenangkan, menyulitkan ataupun merugikan bagi dirinya sendiri maka ia akan berusaha mengubahnya. Selain itu pengubahan perilaku juga dilakukan karena ingin mencapai tujuan tertentu. Proses pengubahan perilaku tidaklah mudah, karena itu diperlakukan pengelolaan diri yang baik dengan cara yang sistematis dan procedural. Pengubahan perilaku tersebut didasarkan atas prinsip-prinsip tertentu.
Self-management merupakan salah satu bagian dari kajian ilmu modifikasi perilaku untuk diri sendiri. Pada dasarnya prinsip modifikasi perilaku oleh orang lain maupun modifikasi perilaku oleh diri sendiri adalah sama. Menurut warga (1983:509) prinsip-prinsip modifikasi perilaku diri sendiri antara lain, yaitu :
1.      Identifiying Problem Behavior (mengidentifikasi perilaku masalah)
Prinsip ini sangat penting dalam usaha mengubah perilaku diri sendiri. Memilih dan merinci perilaku masalah ( perilaku yang akan diubah), akan memudahkan dalam menentukan langkah-langkah pengelolaan diri. Memilih dan memudahkan dalam menentukan perilaku yang akan diubah secara spesifik akan memudahkan dalam menentukan tujuan (Watson & Tharp 1983 ). Selain itu pada dasarnya mengidentifikasi perilaku masalah harus didasari pengetahuan yang cukup tentang perilakunya sendiri agar perilaku target dapat dijabarkan dengan benar dan jelas sehingga lebih mudah mengubahnya.
Perilaku sasaran yang akan diubah dibagi menjadi dua macam, yaitu sasaran perilaku yang akan ditingkatkan dan sasaran perilaku yang akan dikurangi sebagaimana yang disebutkan dalam Henny (1994:12) sebagai sasaran akselerasi dan sasaran deselarasi. Perilaku yang dijadikan sasaran akselerasi dan perilaku yang tidak diharapkan menjadi sasaran deselarasi.
2.      Defining Problem Behavior (mendefinisikan perilaku masalah)
Pengubahan perilaku akan menjadi lebih mudah apabila terdefinisikan dengan spesifik dan operasional. Perincian perilaku masalah harus jelas, dapat diobservasi dan dapat diukur. Spesifikasi perilaku masalah akan membuat individu dan orang lain membantu bisa mengevaluasinya di kemudian hari. Selain itu penentuan perilaku masalah harus logis dan realistis agar memungkinkan untuk mencapainya. Warga (1983:509) mengatakan “if you set standard of behavior that obviously impossible for you to accomplish, the entire exercise becomes meaningless”. ( Jika anda membuat standar perilaku yang ternyata tidak memungkinkan untuk dicapai, semua usaha yang dilakukan akan menjadi sia-sia).
Pada prinsipnya pendefinisian perilaku masalah menjadi tanda dan titik tolak adanya komitmenyang kuat dari individu untuk mengantisipasinya munculnya saat tergoda untuk nakal dan menjadi bosan dalam proses pengubahan (Watson & Tharp, 1983:35). Pencegahan terhadap hal tersebut akan membantu memperkuat komitmen sehingga terkondisikan agar tetap konsisten terhadap rencana yang dibuat.
Bentuk komitmen bisa berupa penulisan kesepakatan atau hal-hal yang ingin dilaksanakan individu yang dalam Awater (1983:288) disebut “Self-contract”. Self-contract (kontrak diri) dibuat dan ditandatangani sendiri oleh individu tersebut, yaitu (1) deskripsi yang jelas tentang perilaku yang akan dicapai, (2) ada penguat (reinforcement) yang nyata termasuk dengan jadwal pemberiannya, (3) ada ketentuan bonus jika kontrak terpenuhi, (4) ada hukuman jika kontrak tidak bisa dipenuhi, (5) adanya perekaman perilaku, dan (6) adanya saksi.
3.      Recording Behavior (mencatat/merekam perilaku)
Sebelum melakukan rencana pengubahan perilaku perlu dilakukan perekaman perilaku. Perekaman perilaku akan membantu pengidentifikasian cues (isyarat) untuk perilaku yang tidak dikehendaki dan reward (ganjaran) yang diterima dari perilaku (Awater, 1983:509). Selain itu dengan perekaman perilaku akan menunjukkan cues apa saja yang dapat digunakan untuk membentuk perilaku.
Perekaman perilaku pada prisipnya terbagi dalam tiga hal, yaitu: lama perekaman, frekuensi perekaman, dan jenis data yang direkam. Lama dan frekuensi perekaman disesuaikan dengan jumlah data yang dibutuhkan dan jenis data. Jenis data meliputi isyarat sebelum perilaku (antecedent), perilaku (behavior), dan konsikuen (consequence).
Secara lebih rinci data perilaku yang direkam oleh Watsan & Tharp (1983:49) meliputi setting fisik, situasi social, pikiran individu, dan perilaku orang lain. Selanjutnya ia menjelaskan dalam merekam harus menjawab tiga pertanyaan yaitu “siapa?” , “apa ?”, “di mana ?” dan “kapan ?” serta perekaman dapat dilakukan dengan menggunakan diari terstruktur.
Perekaman pada prinsipnya dilakukan oleh individu itu sendiri dan dapat meminta bantuan orang lain. Perekaman dapat dilakukan dengan mengingat, mencatat dalam diari terstruktur, atau merekam dengan media perekam berteknologi baru yang bisa dipergunakan. Pemilihan media yang akan digunakan disesuaikan dengan jenis data dan sarana yang dimiliki. Penggunaan media hendaknya seusai dengan kebutuhan seefisien mungkin
4.      Charging Routine to Change Behavior (merubah kebiasaan untuk merubah perilaku)
Maksud dari prinsip ini adalah dengan merubah kebiasaan diharapkan perilaku akan berubah juga. Pengubahan kebiasaan akan mengurangi atau bahkan menghilangkan kemungkinan munculnya perilaku bermasalah. Selain itu juga dapat meningkatkan atau memungkinkan munculnya perilaku baru yang dikehendaki.
            Proses merubah kebiasaan harus didasarkan atas kontrol diri. Selanjutnya yang perlu disiapkan adalah macam-macam isyarat perilaku, ganjaran, dan hukuman pengubahan kebiasaan dimaksudkan untuk mengurangi dan atau memutuskan asosiasi antara isyarat perilaku dengan perilaku masalah. Pengubahan kebiasaan juga dimaksud untuk meningkatkan dan atau memunculkan asosiasi isyarat perilaku dengan perilaku yang dikehendaki.
Prinsip-prinsip di atas merupakan prinsip-prinsip pokok yang harus menjiwai penjabaran langkah-langkah atau tahap-tahap pengelolaan diri. Langkah-langkah pengelolaan diri menurut Watson &Tharp (1983: 11) yaitu :
1.      Menentukan dan merinci target perilaku
2.      Mengobservasi target perilaku
3.      Membuat rencana pengubahan
4.      Memodifikasi perencanaan setelah lebih dahulu memperdalam pemahaman diri.
Tahap-tahap terbut lebih dikembangkan lagi oleh beberapa ahli lain sebagaimana disebutkan dalam Henny (1994:88), Mappiare (1994:3), Triyono (1996:46) yang apabila digabungkan adalah sebagai berikut :
1.      Komitmen dan niat jujur
2.      Mencanangkan tujuan
3.      Observasi dan menterjemahkan tujuan menjadi target perilaku
4.      Menetapkan satu pusat upaya untuk mencapai tujuan
5.      Menetapkan rencana pengubahan
6.      Evaluasi dini
2.1.5        TUJUAN
Tujuan dari self management adalah pengembangan perilaku yang lebih adatif dari konseli. Konsep dasar dari self management adalah :
1)   Proses pengubahan tingkah laku dengan satu atau lebih strategi melalui pengelolaan tingkah laku internal dan eksternal individu.
2)   Penerimaan individu terhadap program perubahan perilaku menjadi syarat yang mendasar untuk menumbuhkan motivasi individu
3)   Partisipasi individu untuk menjadi agen perubahan menjadi hal yang sangat penting
4)   Generalisasi dan tetap mempertahankan hasil akhir dengan jalan mendorong individu untuk menerima tanggung jawab menjalankan strategi dalam kehidupan sehari-hari
5)   Perubahan bisa dihadirkan dengan mengajarkan kepada individu menggunakan ketrampilan menangani masalah.
2.1.6        MANFAAT
1.    Membantu individu untuk dapat mengelola diri baik pikiran, perasaan dan perbuatan sehingga dapat berkembang secara optimal
2.    Dengan melibatkan individu secara aktif maka akan menimbulkan perasaan bebas dari kontrol orang lain
3.    Dengan meletakkan tanggung jawab perubahan sepenuhnya kepada individu maka dia akan menganggap bahwa perubahan yang terjadi karena usahanya sendiri dan lebih tahan lama
4.    Individu dapat semakin mampu untuk menjalani hidup yang diarahkan sendiri dan tidak tergantung lagi pada konselor untuk berurusan dengan masalah mereka
2.1.7   BENTUK LATIHAN STRATEGI SELF-MANAGEMENT
Bentuk latihan strategi pengelolaan diri dibagi menjadi tiga bentuk latihan yaitu pemantauan diri (Self-monitoring), kendali rangsang (Stimulus control), penghargaan diri (Self-reward).
1.      Pemantauan Diri (Self-monitoring)
Menurut Cormier (1985:526), pemantauan diri adalah suatu proses di mana klien mengamati dan mencatat hal-hal tentang diri mereka dengan situasi lingkungan.
Thoresen dan Mahoney (dalam Cormier, 1985:526) memberi langkah-langkah dalam strategi pemantauan diri yaitu:
a.       Rasional Strategi
Konselor menjelaskan rasional dari pemantauan diri sebelum menggunakannya, artinya konselor akan memberi penjelasan tentang apa yang akan dimonitor dan mengapa, menekankan bahwa hal ini dapat dilakukan sendiri dan dapat dilakukan sesering mungkin.
b.      Memilih Respon
Ketika konseli telah menyetujui untuk menggunakan pemantauan diri, pengamatan dan penelitian respon yang dikehendaki mutlak diperlukan. Pemilihan respon dapat langsung kapan saja, ketika konseli dapat membantu ada atau tidak adanya sikap. Pemilihan respon ini dapat membantu konseli mengenali apa yang mesti dilakukan.
c.       Mencatat Respon
Setelah konseli memilih respon, konselor memberikan petunjuk dan contoh tentang metode untuk mencatat respon yang telah disepakati. Pencatat yang sistematis penting sekali untuk keberhasilan dan pematauan diri. Sehingga konseli perlu diberitahu pentingnya metode pencatatan yang dibutuhkan untuk mencatat respon yang ada.
d.      Memetakan Respon
Data yang telah dicatat oleh konseli sebaiknya dipindah pada penyimpanan catatan yang lebih permanen seperti grafik atau histogram yang memungkinkan konseli dapat memeriksa data dari pemantauan diri secara visual. Konseli sebaiknya menerima pemantauan diri instruksi-instruksi lisan maupun tulisan yang ada dalam pembuatan grafik harian dari pemetaan respon.
e.       Mempertunjukkan Data
Setelah gambaran tersebut dijelaskan oleh konseli, selanjutnya konselor meminta data yang telah dicatat oleh konseli untuk ditunjukkan kepada konselor untuk dianalisa.
f.       Analisis Data
Dalam hal ini, konselor dapat meminta konseli untuk membandingkan data dengan tujuan standar yang diinginkan. Konseli dapat menggunakan data untuk evaluasi diri dan memastikan apakah data yang menunjukkan tingkah laku itu tetap atau keluar darri batasan yang diinginkan.
2.      Kendali Rangsang (Stimulus-control)
Kanfer (dalam Cormier, 1985:524), mengatakan bawa pengendalian rangsang digunakan untuk mengurangi perilaku-perilaku yang tidak diinginkan dan dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan.
a.       Untuk mengurangi perilaku
Untuk mengurangi atau mengecilkan frekuensi tindakan yang berhubungan dengan tingkah laku, dalam bentuk:
                                      i.      Mengatur hal-hal sebelumnya atau mengganti tindakan yang berhubungan dengan tingkah laku itu muncul;
                                    ii.      Mengatur tindakan yang membuat tempat itu menjadi penghambat dalam pengaturan tingkah laku,
                                  iii.      Mengatur tindakan yang memungkinkan mereka dapat dikontrol oleh orang lain.
                                  iv.      Mengurangi waktu atau rangkaian gejala antara penyebab dan tindakan akibat dari tingkah laku:
                                    v.      Menghilangkan gejala,
                                  vi.      Mengganti gejala,
                                vii.      Menciptakan cara untuk menghentikan gejala.
                              viii.      Untuk meningkatkan perilaku
b.      Meningkatkan atau membuat tatanan awal tindakan yang berhubungan dengan respon, dalam bentuk:
a.       Memunculkan tindakan yang diperhitungkan secara cermat untuk menampilkan tingkah laku yang diinginkan,
b.      Memusatkan perilaku ketika dalam situasi tertentu,
c.       Mengembangkan secara bertahap seriap situasi,
d.      Menyediakan situasi yang membantu, baik oleh orang lain maupun hal-hal yang bisa mengingatkan diri sendiri.
3.      Penghargaan Diri (Self-reward)
Menurut Cormier (2985:539) “Penghargaan diri digunakan untuk memperkuat atau menambah respon yang diingikan. Penghargaan diri berfungsi mempercepat tingkah laku”.
Ada 4 komponen yang merupakan bagian integral dari prosedur penghargaan diri yang efektif, yaitu:
1.      Pemilihan hadiah yang memadai
a.         Hadiah bersifat mendidik
b.         Gunakan beberapa hadiah
c.         Gunakan bermacam jenis (verbal, material, mutakhir, potensial dan sebagainya)
d.         Tukar hadiah bila tidak cocok
2.      Pengadaan hadiah
a.         Konseli sendiri yang menentukan kelayakan respon yang ditargetkan
b.         Tentukan sendiri seberapa banyak yang akan dilakukan dalam hubungan dengan hadiah yang telah dipilih
3.      Pengaturan waktu penghargaan diri
a.         Hadiah harus dilakukan sesudahnya, bukan sebelum tingkah laku
b.         Hadiah harus disegerakan
c.         Hadiah harus mengikuti perubahan bukan janji-janji
4.      Rencana untuk mempertahankan pengubahan diri
a.         Cari bantuan orang lain untuk sharing atau menyalurkan hadiah
b.         Tinjauan data dengan konselor
2.1.8   LANGKAH - LANGKAH STRATEGI SELF-MANAGEMENT
Cormier (1985) memberikan tahap-tahap dalam self-management sebagai berikut:
Tahap 1      : konseli mengidentifikasi dan mencatat sasaran perilaku dan mengontrol penyebab serta akibatnya
Tahap 2      : konseli mengidentifikasi perilaku yang diharapkan arah perubahannya
Tahap 3      : konseli menjelaskan kemungkinan strategi pengelolaan diri (self-management)
Tahap 4      : konseli memilih satu atau lebih strategi self-management
Tahap 5      : konseli menyatakan secara verbal persetujuan untuk menggunakan strategi self-management
Tahap 6      : konselor memberikan instruksi dan model strategi yang dipilih
Tahap 7      : konseli mengulang pemahaman strategi yang dipilih
Tahap 8      : konseli menggunakan strategi yang dipilih
Tahap 9      : konseli mencatat penggunaan strategi serta tingkat perilaku sasaran
Tahap 10    : data konseli diperiksa oleh konselor bersama konseli dan konseli melanjutkan atau membuat revisi program
Tahap 11    : membuat catatan dan penyajian data pada diri sendiri dan penguat demi kemajuan
2.1.9   KEGUNAAN DAN KEUNGGULAN PROGRAM SELF-MANAGEMENT
Self-management memiliki banyak keunggulan dan kegunaan dalam berbagai hal sebagaimana diungkapkan dalam Fatmawati (2003), Henny (1994) dan Fauzan (1982). Keunggulan dan keguanaan Self-management antara lain :
1.         Individu dapat terlibat aktif dan dominan dalam pelaksanaan Self-management
2.         Menciptakan kebebasan dari ketergantungan dan kontrol orang lain
3.         Pengubahan tingkah laku yang diperoleh lebih tahan lama
4.         Keterlibatan guru atau ahli pengubahan perilaku relative sedikit
5.         Dapat meningkatkan generalisasi belajar
6.         Mudah dilaksanakan dan tidak mahal
7.         Rosyidan (Fatmawati, 2003) membuktikan bahwa pengelolaan diri dapat mengatasi masalah terlalu berat merokok, kebiasaan belajar yang jelek, tidak dapat tidur dan tidak dapat mengelola waktu dengan baik.
8.         Shelton (1983) membuktikan bahwa pengelolaan diri dapat dipergunakan untuk melatih sikap tegas
9.         Richard (Fauzan, 1992) membuktikan bahwa dengan pengelolaan diri dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
2.1.10    KELEMAHAN PROGRAM SELF-MANAGEMENT
Self-management sebagai suatu metode selain memiliki keunggulan juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu:
·         Pelaksanaan program ini sangat tergantung dari kesediaan individu
·         Untuk tingkah laku sasaran yang bersifat pribadi tidak jarang hal ini sulit diamati
·         Penggunaan reinforcement (penguatan) berupa daya imajinasi hanya dapat disarankan untuk individu yang mempunyai daya khayal yang cukup baik
·         Memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang mencukupi untuk pengubahan diri
·         Lingkungan sekitar dan keadaan diri individu di masa datang sering tidak dapat diatur, diprediksikan dan bersifat kompleks

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

3 komentar:

Nurul Alika Samjaya mengatakan...

boleh minta daftar pustakanya gak ya? saya butuh x dengan referensi dari ini semua

Rifki mengatakan...

Kak minta contohnya dong..

Rifki mengatakan...

Kak minta contohnya dong..

Posting Komentar