Konseling Naratif
RENCANA PROGRAM
BIMBINGAN DAN KONSELING
·
Bidang : Pribadi – sosial
·
Jenis Layanan
: Konseling
Kelompok
·
Masalah : Sulit beradaptasi dengan
Lingkungan Baru
·
Alokasi Waktu :
1 x 45 Menit
·
Tempat : Ruang BK
·
Tanggal : 27
November, 2012,
·
Waktu : 14.00 – 14.45
·
Tujuan :
Tujuan
umum konseling naratif
adalah membawa konseli agar dapat menggambarkan pengalaman mereka dalam bahasa
baru dan segar. Dalam
hal ini dilakukan sampai konseli menemukan pandangan baru. Bahasa baru ini
memungkinkan konseli
untuk mengembangkan makna baru bagi pikiran yang bermasalah, perasaan, dan
perilaku (Freedman & Combs, 1996). Terapi narasi hampir selalu mencakup
kesadaran akan dampak dari berbagai aspek budaya dominan pada kehidupan
manusia. Praktisi berusaha untuk memperbesar sudut pandang dan fokus serta
memfasilitasi penemuan atau penciptaan pilihan baru yang unik untuk orang-orang
yang mereka lihat. Dengan
menggunakan terapi naratif ini diharapkan konseli dapat mengambil pelajaran
bagaimana mereka beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
·
Pelaksana :
Konselor Sekolah
Konselor : Feni Etika
Rahmawati
Konseli : - Fakihatur Rahma
-
Maufurotus
Shofuha
-
Putri Dewi
-
Brillian
Faharudin
·
Konsep dasar
Terapi Naratif mengadopsi pendekatan yang melibatkan perubahan fokus dari
teori paling tradisional. Terapis dianjurkan untuk membangun pendekatan
kolaboratif dengan minat khusus pada konseli dengan mendengarkan cerita-cerita; untuk
mencari tahu dalam kehidupan klien( misal.tinggal alternatif cerita):
menggunakan pertanyaan sebagai cara untuk melibatkan konseli dan memfasilitasi
mereka eksplorasi, untuk menghindari diagnosis dan pelabelan konseli atau menerima
sepenuhnya berdasarkan deskripsi masalah; untuk membantu konseli dalam pemetaan
pengaruh masalah yang dimiliki dalam kehidupan mareka; dan untuk membantu konseli memisahkan diri dari
cerita-cerita yang dominan yang telah diinternalisasi sehingga hati/ pikiran
yang sering kali disebut sebagai ruang dapat dibuka untuk menciptakan kisah
kehidupan alternatif. (Freddman&Combs, 1996).
·
Peran Stories
Kita hidup dengan cerita yang kita ceritakan tentang diri kita dan orang
lain katakan tentang kita. Cerita ini sebenarnya membentuk realitas yang dalam,
bahwa mereka membangun dan membentuk apa yang kita lihat, rasakan dan lakukan.
Cerita kita hidup dan tumbuh dari percakapan dalam konteks sosial dan budaya.
Tetapi klien tidak mempunyai peran patologis, korban yang hidup tanpa
harapan dan menyedihkan, melainkan mereka muncul sebagai pemenang yang berani
menceritakan kisah-kisah nyata. Cerita tidak mengubah orang yang mengatakan
cerita, tetapi juga mengubah terapis yang beruntung menjadi bagian dari proses
ini( Monk, 1997).
·
Mendengarkan
dengan an open mind
Semua teori kontruksionis sosial menekankan pada konseli untuk mendengarkan
tanpa menghakimi atau menyalahkan , menegaskan dan menghargai mereka. Lindsley
(1994) menekankan bahwa terapis dapat mendorong konseli untuk mempertimbangkan kembali peniaian
absolut yang bergerak ke arah melihat keduanya “baik” dan “buruk” unsur-unsur
dalam situasi. Terapis Naratif melakukan upaya tanpa memaksakan sistem nilai
mereka dan interpretasi. Mereka ingin menciptakan makna dan kemungkinan-kemungkinan baru konseli yang berbagi cerita
bukan dari prasangka dan pada akhirnya sebuah teori dan nilai penting
dipaksakan. Walaupun terapis Naratif membawa kepada usaha terapis tentang sikap
tertentu seperti: optimisme, hormat, keingintahuan, ketekunan, dan menghargai konseli untuk mengetahui,
mereka dapat mendengarkan masalah-kisah kejenuhan konseli tanpa terjebak. Sebagai
terapis Naratif, dalam mendengarkan cerita konseli, mereka tetap waspada untuk rincian yang
memberikan bukti dari kompetensi konseli dalam melawan masalah yang menindas.
·
Tahap-tahap
Konseling
Ini
gambaran singkat mengenai langkah-langkah dalam proses terapi narasi
menggambarkan struktur pendekatan narasi (O'Hanlon, 1994, hlm 25-26):
a.
Berkolaborasi dengan konseli untuk datang dengan
nama yang dapat diterima bersama untuk masalah tersebut.
b.
Melambangkan masalah dan
menghubungkan pada keinginan yang menekan dan strategi untuk masalah tersebut.
c.
Menyelidiki bagaimana masalah telah
mengganggu, mendominasi, atau mengecilkan hati/mengecewakan konseli.
d.
Mintalah konseli untuk melihat
ceritanya dari perspektif yang berbeda dengan menawarkan makna alternatif dari
peristiwa yang dialaminya .
e.
Temukan saat-saat ketika konseli tidak didominasi atau
berkecil hati oleh masalah dengan mencari pengecualian untuk masalah ini.
f.
Menemukan bukti historis untuk mendukung
pandangan baru dari konseli
sebagai orang yang cukup kompeten untuk menantang, mengalahkan, atau keluar
dari dominasi atau tekanan masalah. (Pada tahap ini identitas orang tersebut
dan kehidupan cerita mulai mendapatkan ditulis ulang.)
g.
Meminta konseli untuk berspekulasi
mengenai masa depan bagaimana yang bisa diharapkan dari kekuatan dan kompetensi
seseorang. Sehingga konseli
menjadi terbebas dari cerita-cerita masalah yang menjenuhkan dari masa lalu,
dan ia dapat membayangkan dan merencanakan untuk masa depan yang kurang
bermasalah.
h.
Menemukan atau menciptakan audiens
untuk memahami dan mendukung cerita baru. Tidaklah cukup untuk membaca cerita
baru. Konseli perlu untuk hidup baru
cerita luar terapi. Karena orang itu masalah awalnya dikembangkan dalam konteks
sosial, adalah penting untuk melibatkan lingkungan sosial dalam mendukung kisah
hidup baru yang telah muncul dalam percakapan dengan terapis. Winslade dan Monk
(2007) menekankan bahwa percakapan narasi tidak mengikuti perkembangan linier
dijelaskan di sini, karena lebih baik memikirkan langkah-langkah dalam hal
perkembangan siklus yang mengandung unsur-unsur berikut:
ü Pindah cerita masalah ke arah deskripsi
externalized masalah
ü Peta efek dari masalah pada individu
ü Dengarkan tanda-tanda kekuatan dan kompetensi
di problemsaturated individu cerita
ü Membangun
cerita baru kompetensi dan mendokumentasikan prestasi ini
·
Rancangan Kegiatan :
ü Tahap
Pembentukan
a.
Konselor mengucapkan salam dan
memimpin doa.
b.
Konselor mengucapkan terima kasih
atas kesediaan para siswa dan memberikan motivasi kepada para siswa.
c.
Konselor menjelaskan tentang
pengertian konseling kelompok.
d.
Menjelaskan tujuan konseling
kelompok
e.
Menjelaskan asas-asas dalam
konseling kelompok.
ü Tahap
Peralihan
a.
Konselor menanyakan kesiapan
anggota kelompok untuk melaksanakan kegiatan selanjutnya.
b.
Konselor menjelaskan batasan
masalah yang akan dibahas dalam konseling kelompok.
ü Tahap
Kegiatan
a.
Konselor memberikan kesempatan
kepada anggota kelompok untuk mengungkapkan permasalahan pribadinya secara
bergiliran.
b.
Setelah anggota kelompok
menyampaikan masalah pribadinya masing-masing, konselor menawarkan kepada
anggota kelompok untuk membahas masalah mana yang akan dibahas terlebih dahulu
berdasarkan kesepakatan bersama.
c.
Konselor menanyakan kepada siswa
yang bersangkutan apakah setuju bila masalahnya dibahas dalam forum tersebut.
d.
Setelah siswa yang bersangkutan
mengungkapkan masalahnya, anggota kelompok yang lain aktif memberikan pendapat,
aktif bertanya, dan memberikan alternatif pemecahan masalahnya.
e.
Konselor menerapkan strategi
konseling naratif
untuk membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh anggota kelompok.
f.
Konselor membacakan cerita.
ü Tahap
penutup
a.
Menjelaskan bahwa kegiatan
konseling kelompok akan segera diakhiri.
b.
Meminta anggota kelompok untuk
menyampaikan kesannya dalam kegiatan konseling kelompok.
c.
Konselor menawarkan kepada anggota
kelompok bagaimana jika diadakan kegiatan seperti ini lagi pada
kesempatan-kesempatan yang lain sehingga terjadi kesepakatan antara konselor
dengan anggota kelompok.
d.
Konselor mengucapkan terima kasih
dan ditutup oleh doa yang dipimpin oleh salah satu anggota kelompok.
Cerita
Fulanah adalah putri seorang pemilik pondok disalah
satu pondok di Kediri. Dia dibesarkan dilingkungan yang sangat Religius dan
sangat menaati nilai – nilai dan juga norma – norma agama Islam. Fulanah adalah
seorang Mahasiswa disalah satu Universitas di Jogjakarta, dia termasuk anak
yang berprestasi disana. Teman – teman Fulanah, tak sedikit yang berbeda kebiasaan,
Budaya, adat istiadat, bahkan berbeda keyakinan dengan Fulanah. Namun, Fulanah
tetap berteman dengan mereka, dia tidak memandang perbedaan tersebut karena dia
memiliki keyakinan bahwa semua manusia itu sama dimata Tuhan hanya saja berbeda
dalam beribadah kepada Tuhan.
Kebanyakan teman Fulanah adalah anak yang gaul, mereka
mengikuti perkembangan yang ada dimasyarakat baik itu hal yang baik ataupun hal
yang cenderung merusak moral. Walau banyak teman – temannya yang suka
berpakaian terbuka, berkata kotor, dan berbuat maksiat, Fulanah tidak
menghindari mereka. Fulanah tetap berteman dengan mereka. Fulanah memang
berteman dengan mereka namun dia tetap berpegang teguh dengan apa yang telah
dia jadikan prinsip. Sehingga Fulanah tetap memiliki banyak teman dan tidak
melepaskan apa yang sudah jadi prinsipnya daridulu.
VERBATIM KONSELING KELOMPOK- Konseling Naratif
VERBATIM KONSELING KELOMPOK
Konseling Naratif
Ema adalah seorang
mahasiswa baru sebuah universitas di Surabaya, Ema
tinggal di lingkungan yang agamis dan religius, Sebelumnya Ema adalah seorang siswa
Madarasah Aliyah di Surabaya.
Ema bercita-cita ingin
menjadi seorang penulis sehingga ia melanjutkan kuliah di Fakultas Bahasa dan
Sastra sebuah Universitas di Surabaya.
Ketika ia memulai lingkungan baru di perkuliahan, ia mengalami kesulitan
beradaptasi karena lingkungan kampusnya berbeda jauh dengan lingkungan
sebelumnya yang kental dengan nilai-nilai religius. Begitu
juga dengan Fakiha yang mempunyai latarbelakang keluarga yang religius. Akhirnya Ema dan
Fakiha
memutuskan untuk menemui seorang Konselor di kampusnya berharap ia bisa
menyelesaikan permasalahannya dengan mengikuti konseling.
Dewi juga
merupakan mahasiswa baru di sebuah universitas di Surabaya, Dewi juga mengalami
kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar karena Dewi memiliki
style dalam berpakaian berbeda dengan teman – temannya. Teman – temannya
kebanyakan selalu mengikuti trend terbaru sedangkan Dewi tetap dengan style
yang dia suka. Sedangkan Brilian mempunyai masalah sulit beradaptasi dengan
teman – temannya, karena menurut dia kegiatan yang dilakukan oleh teman –
temannya tersebut tidak bermanfaat dan membuang – buang waktu saja. Untuk
mengatasi masalah tersebut mereka berniat untuk menemui seorang Konselor untuk
melakukan konseling.
Konseli : “Assalamu’alaikum…”
Konselor : “Wa’alaikum salam….silakan
masuk mbak…”
Konseli : “Iya terimakasih,Bu”
Konselor : “Sebelumnya dengan Mbak
siapa ya?”
Ema : “Saya Ema Bu.”
Fakiha : “Saya Fakiha Bu.”
Konselor : “Bagaimana Kabarnya mbak
Ema?”
Ema : “Alhamdulillah
sehat Bu”
Konselor : “Alhamdulillah kalau
begitu, kalau mbak Fakiha?”
Fakiha : “Alhamdulillah sehat
juga Bu, walau agak batuk – batuk sedikit”
Konselor : “Alhamdulillah…. Ada yang
bisa ibu bantu?”
Ema : “Begini Bu, kita
kesini ingin melakukan konseling dengan ibu, apakah ibu ada waktu?”
Konselor : “Oh iya mbak…saya ada
waktu, kebetulan hari ini saya tidak sibuk, Sebelumnya apakah mbak Ema dan Mbak
Fakiha masalahnya sama dan sudah saling kenal?”
Ema : “Iya Bu…masalah
kami sama dan kami saling mengenal.”
Tok…Tok….
Konseli : “Assalamu’alaikum.”
Konselor : “Wa’alaikum salam.”
Dewi : “Maaf mengganggu Bu.
Apakah Ibu sedang sibuk? Saya ingin melakukan konseling.”
Konselor : “Apakah Mbak ema dan Mbak
Fakiha tidak keberatan?”
Ema : “Tidak Bu”
Konselor : “Baiklah silahkan Mbak
Mas”
“Sebelum kita melakukan konseling bagaimana kalau kita
perkenalan terlebih dahulu agar kita saling mengenal.”
Dewi : “Iya Bu….Perkenalkan
nama saya Dewi”
Brilian : “Nama saya Brilian”
Ema : “Nama saya Ema”
Fakiha : “Dan nama saya Fakiha”
Konselor : “Apakah sebelumnya kalian
pernah melakukan konseling?”
Fakiha : “Belum Bu…”
Ema : “Kalau saya sudah
Bu.”
Dewi : “Saya juga belum Bu”
Brilian : “saya juga…”
Konselor : “Baiklah…dalam konseling
ini nanti kita membuat kesepakatan masalah apa saja yang telah kita bahas nanti
tidak akan kalian bicarakan diluar karena ini adalah rahasia kita bersama. Dan
dalam konseling ini nati kita akan mendengarkan apa saja yang sedang kalian
alami dan nanti kita membahas masalah tersebut bersama – sama. Bagaimana apakah
sampai disini jelas?”
Ema : “Iya bu jelas.”
Konselor : “baiklah kalau begitu
sekarang kita mulai konselingnya. Boleh tahu apa masalah yang sedang kalian
alami?”
Fakiha : “hmmmm….”(ragu – ragu)
Konselor : “Sepertinya mbak Fakiha
merasa takut untuk mengungkapkannya.”
Fakiha : (Tersenyum malu - malu)
Konselor : “Dalam proses konseling
itu terdapat asas kerahasian. Apa yang akan Anda ungkapkan dalam proses
konseling maka tidak akan tersebar luas diluar sana karena kita semua menjaga
kerahasiaan tersebut. Jadi Anda tidak usah ragu untuk mengungkapkan apa saja
yang ada didalam benak Anda.”
Fakiha : “Baik Bu…jadi begini Bu,
masalah kita itu hampir sama yaitu saya merasa sulit beradaptasi di kampus Bu.
Suasana kampus berbeda sekali dengan suasana yang ada di lingkungan saya
dahulu”
Ema : “Iya bu….saya juga
merasa seperti itu. Saya ingin melakukan sesuatu jadi terbatas karena saya
sulit beradaptasi.”
Konselor : “Lalu masalah apa yang
sedang mbak Dewi alami?”
Dewi : “Masalah saya juga
tentang sulit beradaptasi Bu. Teman – teman saya menjauhi saya karena saya aneh
kata mereka”
Konselor : “Aneh bagaimana?”
Dewi : “Katanya dari cara
saya berdandan Bu. Katanya pakaian saya jadul, cara saya berdandan tidak
jaman.”
Konselor : “Oww…jadi seperti
itu…kalau mas Brilian?”
Brilian : “saya juga sama Bu.
Masalah saya tidak bisa beradaptasi dengan baik, saya jarang ikut kegiatan yang
biasanya diadakan oleh teman – teman.”
Konselor : “Apa yang menyebabkan anda
jarang mengikuti kegiatan – kegiatan tersebut?”
Brilian : “Karena menurut saya
hal tersebut hanya membuang – buang waktu saja bu.”
Konselor : “Baiklah….dari masalah
yang sudah kalian ungkapkan tadi. Masalah mana yang akan terlebih dahulu
ditangani?”
Dewi : “Sepertinya
masalahnya Ema sama Fakiha bisa dibahas Bersama Bu…”
Brilian : “Iya bu…selain itu
masalahnya Ema dan fakiha kan sama, jadi bisa sekalian mengatasi dua masalah
sekaligus.”
Konselor : “Baiklah kalau begitu.
Apakah Mbak Ema dan Mbak Fakiha Bersedia?”
Ema : “Iya Bu.”
Konselor : “Baiklah….kita akan
membahas masalah yang sedang dialami oleh mbak Ema dan mbak Fakiha. Dan karena
masalah yang kalian alami hampir sama yaitu tidak bisa beradaptasi, mungkin
dengan ini kalian juga bisa menarik kesimpulan apa yang seharusnya dilakukan
dan menerapkan pada diri. Apakah mengerti sampai disini?”
Brilian : “Jadi saat kita
membahas masalahnya Ema dan Fakiha, saya dan juga Dewi bisa mencontohnya, seperti
itu Bu.”
Konselor : “Iya benar sekali.”
Brilian : “Iya Bu…kami paham.”
Konselor : “Baiklah kalau begitu…Bisa
kah kalian menceritakan kepada saya bagaimana suasana lingkungan kalian
sebelumnya?”
Fakiha : “Lingkungan sekitar
saya dahulu sebelum masuk universitas itu sangat religious Bu. Orang – orang
sekitar itu sopan dalam bertutur kata maupun bertindak”
Ema : “Iya Bu, selain itu
di lingkungan saya untuk berkata – kata kotor itu sudah sangat memalukan tapi
disini justru kebalikannya Bu, berkata – kata kotor seakan menjadi hal yang
biasa. Dan melihat tingkah laku mereka juga Bu, seakan tidak punya malu.”
Konselor : “Maksudnya tidak punya
malu itu seperti apa?”
Ema : “Contohnya ya Bu.
Dalam berpacaran mereka tidak sungkan untuk melakukan hal – hal yang semestinya
dilakukan, dan hal tersebut dilakukan di depan umum.”
Fakiha : “Iya Bu, selain itu
kebanyakan dari teman – teman itu suka keluar malam. Dan kita selalu diajak
untuk keluar malam tapi kita menolak dan hal tersebut membuat kami di olok –
olok Bu. Katanya kita itu nggak Gaul, sok suci, dan lain – lain Bu.”
Konselor : “Apakah semua teman kalian
seperti itu?”
Fakiha : “Untuk teman sekelas
kami, iya bu…kebanyakan mereka seperti itu. Jadi kami seakan terasingkan Bu,
karena saya tidak seperti mereka semua.”
Konselor : “Lalu apa yang akan kalian
lakukan?”
Ema : “Saya tidak tahu
Bu.”
Fakiha : “Saya serba salah Bu.”
Konselor : “Serba salah bagaimana?”
Fakiha : “Kalau saya mengikuti
mereka saya akan terjerumus kelingkungan yang salah tapi kalau saya menghindari
mereka maka saya tidak punya teman.”
Ema : “Iya Bu, saya jadi
binggung dengan hal tersebut. Saya harus bagaimana Bu?”
Konselor : “Mungkin ketakutan kalian
itu akan mempengaruhi pergaulan kalian. Begini kalian bisa saja bergaul dengan
mereka namun tidak melepaskan apa yang sudah menjadi prinsip kalian.”
Fakiha : “Caranya bagaimana Bu?”
Konselor : “Begini…ibu mempunyai
cerita. Dan dari cerita ini kalian bisa menarik kesimpulan bagaimana seharusnya
kalian mengatasi masalah yang sedang kalian alami sekarang.”
Ema : “Iya Bu kami akan
mendengarkannya”
(konselor mulai menceritakan sebuah cerita dan konseli
mendegarkannya)
Konselor : “Dari cerita tersebut,
apakah kalian bisa menyimpulkan bagaimana mereka mengatasi masalah tersebut?”
Ema : “Iya bu. Saya bisa
menyimpulkannya”
Konselor : “Coba mbak ema ungkapkan
apa yang mbak ema ambil dari cerita tadi.”
Ema : “Jadi begini Bu.
Dari cerita itu tadi mengisahkan bahwa tokoh cerita tersebut bergaul dengan
siapa saja termasuk dengan orang – orang memiliki perilaku yang kurang sopan,
dia tidak membeda – bedakan akan bergaul dengan siapapun namun dia bisa menjaga
apa yang menjadi prinsip hidupnya.”
Konselor : “Coba mbak Fakiha,
ungkapkan?”
Fakiha : “Sama dengan Ema bu. Cerita
tersebut mengambarkan seseorang yang memiliki prinsip hidup yang berbeda dengan
yang lain namun dia bisa bergaul dengan yang lain. Karena dia tidak membeda –
bedakan siapapun yang bergaul dengan dia dan dia tetap teguh dengan prinsipnya
walaupun disekitarnya berlainan dengannya.”
Konselor : “Jadi bagaimana, apa yang
akan kalian lakukan setelah ini?”
Ema : “Mungkin yang akan
saya lakukan adalah memulai dengan membuka diri terhadap lingkungan sekitar
saya yang baru. Dan saya akan berusaha beradaptasi dengannya tetapi saya tidak
akan melepas apa yag sudah menjadi prinsip hidup saya Bu.”
Konselor : “Baiklah….kalau mbak
Fakiha?”
Fakiha : “Saya juga sama dengan
Ema Bu. Saya akan berusaha untuk beradaptasi dengan teman – teman yang lain
jadi saya bisa dapat teman yang banyak dan tidak melepaskan apa yang sudah saya
pegang selama ini.”
Konselor : “Nah sepertinya kalian
sudah bisa menemukan cara bagaimana mengatasi masalah yang sedang kalian alami
sekarang.”
Ema : “Iya Bu….”
Konselor : “Baiklah dari kegiatan konseling
kali ini apa yang kalian dapatkan?”
Brilian : “itu bu, saya jadi tahu
bahwa dalam bergaul bisa dengan siapa saja.”
Ema : “menurut saya juga
seperti itu, hanya saja kita perlu tetap memegang teguh prinsip yang telah kita
punya sebelumnya.”
Konselor : “Bagus…kalau mbak Fakiha?”
Fakiha : “Saya sependapat dengan
Ema bu. Hasil dari kegiatan kita kali ini adalah saya sebaiknya tetap
beradaptasi dengan baik sama teman – teman yang lain walaupun mereka itu
prinsipnya berbeda dengan saya yang penting saya tetap pada pendirian saya.”
Konselor : “Kalau mbak Dewi?”
Dewi : “Saya sama dengan
teman – teman Bu.”
Konselor : “Baiklah pertemuan kita
kali ini cukup sampai disini. Mungkin kita akan melakukan pertemuan lagi
kapan?”
Brilian : “Pada hari dan waktu
yang sama bagaimana Bu?”
Konselor : “Saya bisa…kalau yang
lain?”
Ema : “Saya juga
sependapat dengan Brilian Bu.”
Dewi : “Saya Juga Bu”
Fakiha : “Saya setuju Bu.”
Konselor : “Baiklah kalau begitu kita
akan melanjutka pertemuan ini minggu depan pada hari yang sama dan jam yang
sama. Baiklah Ibu tutup kegiatan kali ini. Semoga kegiatan kita ini dapat
bermanfaat dan membantu masalah yang sedang kalian alami sekarang.”
Ema : “Iya Bu. Saya
ucapkan terima kasih atas waktunya.”
Konselor : “Sama – sama.”
Konseli : “Assalamu’alaikum.” (Serempak)
Konselor : “Walaikum salam.”
0 komentar:
Posting Komentar