LuFenSio. Diberdayakan oleh Blogger.

RSS
Container Icon

Ketunanetraan



BAB I
PENDAHULUAN

Perkembangan manusia merupakan perubahan yang progresif dan berlangsung terus menerus atau berkelanjutan. Keberhasilan dalam mencapai suatu tahap perkembangan akan sangat menentukan keberhasilan dalam tahap perkembangan berikutnya. Sedangkan, apabila ditemukan adanya satu proses perkembangan yang terhambat, terganggu, atau bahkan terpenggal, dan kemudian dibiarkan maka untuk selanjutnya sulit mencapai perkembangan yang optimal. Tidak setiap anak mengalami perkembangan normal. Banyak di antara mereka yang dalam perkembangannya mengalami hambatan, gangguan, kelambatan, atau memiliki factor-faktor resiko sehingga untuk mencapai perkembangan optimal diperlukan penanganan atau intervensi khusus. Kelompok ini lah yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus. Tidak ada satu anak manusia yang diciptakan sama yang satu dengan lainnya.

Tidak ada satu anak manusia tidak memiliki kekurangan. Tidak ada satu anak manusia yang ingin dilahirkan ke dunia ini dengan menyandang kelainan atau memiliki kecacatan. Demikian juga tidak akan ada seorang ibu yang menghendaki kelahiran anaknya menyandang kecacatan. Dengan demikian maka sejak kelahirannya ke dunia, anak cacat atau dikenal dengan anak berkebutuhan khusus (ABK) sudah tidak dikehendaki oleh kedua orang tuanya. Kosekuensi logis bila ABK akan menghadapi banyak tantangan dari lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan pendidikan.
Kelahiran seorang ABK tidak mengenal apakah mereka dari keluarga kaya, keluarga berpendidikan, keluarga miskin, keluarga yang taat beragama atau tidak. Bila Tuhan menghendaki keluarga itu dititipi seorang ABK maka kemungkinan semua itu bisa terjadi. Akan tetapi Tuhan melihat dan menghargai manusia tidak dari kecacatannya secara fisik, mental atau sosial. Tuhan melihat manusia dari ketakwaan kepada-Nya.
Dititipkannya ABK pada satu keluarga bukan berarti keluarga tersebut mendapat kutukan, tetapi dititipkannya ABK pada satu keluarga karena Tuhan menguji atau memberi kesempatan pada keluarga tersebut untuk berbuat yang terbaik pada anaknya.
Sebagai manusia, ABK memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang di tengah-tengah keluarga, masyarakatdan bangsa. Ia memiki hak untuk sekolah sama seperti saudara lainnya yang tidak memiliki kelainan atau norma
BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN TUNANETRA
Secara etimologi kata tunanetra berasal dari tuna yang berarti rusak,netra berarti mata atau penglihatan. Jadi secara umum tunanetra berarti rusak penglihatan. Tunanetra berarti buta,tetapi buta belum tentu sama sekali gelap atau sama sekali tidak dapat melihat.
Menurut Nakata (2003) mengemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan tunanetra adalah mereka yang mempunyai kombinasi ketajaman penglihatan hampir kurang dari 0.3 (60/200) atau mereka yang mempunyai tingkat kelainan fungsi penglihatan yang lainnya lebih tinggi, yaitu mereka yang tidak mungkin atau kesulitan secara signifikan untuk membaca tulisan atau ilustrasi awas meskipun menggunakan alat bantu kaca pembesar.
Menurut Slamet Riadi adalah “Seseorang dikatakan buta jika ia tidak dapat mempergunakan penglihatannya untuk pendidikan “(Slamet Riadi , 1984, hal. 23). Menurut Pertuni tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisah penglihatan, tetapi tidak mampu menggunakan penglihatanya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meski pun dibantu dengan kacamata (kurang awas).
Tunanetra menurut Soedjadi S. (tth:23): Berdasarkan pandangan paedagogis, mereka ini kurang atau sama sekali tidak dapat menggunakan penglihatannya dalam melaksanakan tugas yang diberikan dalam pendidikan.
Tunanetra menurut pendapat White Confrence (Rahmawati 2007:16) bahwa:
1.      Seseorang dikatakan buta baik total maupun sebagian (low vision) dari kedua matanya sehingga tidak memungkinkan lagi baginya untuk membaca sekalipun dibantu dengan kacamata.
2.      Seseorang dikatakan buta untuk pendidikan bila mempunyai ketajaman penglihatan 20/200 atau kurang pada bagian mata terbaik setelah mendapatkan koreksi yang diperlukan atau mempunyai keterbatasan dalam lantang pandangnya sehingga luas daerah penglihatannya membentuk sudut tidak lebih dari 20 derajat.
Berdasarkan definisi di atas, diketahui bahwa seseorang dikatakan tunanetra bila ketajaman penglihatannya tidak lebih dari 20/200 feet atau setara dengan 6/60 meter yang berari pada orang dengan mata normal dapat melihat pada jarak 60 meter, manun pada orang dengan gangguan mata dapat melihat pada jarak 6 meter.
Dalam dunia pendidikan, tunanetra memiliki batasan – batasan, yang dirumuskan oleh Amin dan Yusuf (Ismayanti, 2007:11) yaitu seseorang anak yang cacat penglihatannya adalah yang cacat penglihatannya mengganggu prestasi belajarnya secara optimal kecuali jika dilakukan penyesuaian dalam metode pembelajaran, penyajian, pengalaman belajar, sifat – sifat bahan yang digunakan dan atau lingkungan belajar.
Hal ini berarti dalam dunia pendidikan seorang anak dikatakan tunanetra jika cacat penglihatannya mengganggu prestasi belajarnya, sehingga perlu dilakukan penyesuaian – penyesuaian dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan didalam kelas.
Jadi dapat disimpulkan bahwa anak dengan  gangguan penglihatan (Tunanetra) adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihataan sedemikian rupa, sehingga membutuhkaan layanan  khusus dalam pendidikan maupun kehidupannya. Bisa juga diartikan seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan/tidak berfungsinya indera penglihatan.

B.     KETERBATASAN TUNANETRA
1.      Tunanetra memiliki keterbatasan dalam penglihatan antara lain:
2.      Tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang dari 1 (satu) meter.
3.      Ketajaman penglihatan 20/200 kaki yaitu ketajaman yang mampu melihat suatu benda pada jarak 20 kaki.
4.      Bidang penglihatannya tidak lebih luas dari 20º. (Heward & Orlansky, 1988:p.296).
Selain tunanetra, hambatan penglihatan juga dapat berupa low vision. Berdasarkan definisi World Health Organization (WHO), seseorang dikatakan Low Vision apabila:
1. Memiliki kelainan fungsi penglihatan meskipun telah dilakukan pengobatan, misalnya operasi dan atau koreksi refraksi standart (kacamata atau lensa).
2. Mempunyai ketajaman penglihatan kurang dari 6/18 sampai dapat menerima persepsi cahaya.
3. Luas penglihatan kurang dari 10 derajat dari titik fiksasi.
4.      Secara potensial masih dapat menggunakan penglihatannya untuk perencanaan dan atau pelaksanaan suatu tugas.

C.    FAKTOR PENYEBAB
Faktor yang menyebabkan terjadinya ketunanetraan antara lain:
1. Pre-natal
                 Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan, antara lain:
a. Keturunan
                                                Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan terjadi dari hasil perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang tunanetra. Ketunanetraan akibat faktor keturunan antara lain Retinitis Pigmentosa, penyakit pada retina yang umumnya merupakan keturunan. Penyakit ini sedikit demi sedikit menyebabkan mundur atau memburuknya retina. Gejala pertama biasanya sukar melihat di malam hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan periferal, dan sedikit saja penglihatan pusat yang tertinggal.
b. Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan
                             Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhan dalam kandungan dapat disebabkan oleh:
§  Gangguan waktu ibu hamil.
§  Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak sel-sel darah tertentu selama pertumbuhan janin dalam kandungan.
§  Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella atau cacar air, dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung dan sistem susunan saraf pusat pada janin yang sedang berkembang.
§  Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma dan tumor. Tumor dapat terjadi pada otak yang berhubungan dengan indera penglihatan atau pada bola mata itu sendiri.
§  Kurangnya vitamin tertentu, dapat menyebabkan gangguan pada mata sehingga hilangnya fungsi penglihatan.
2. Post-natal
                        Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat terjadi sejak atau setelah bayi lahir antara lain:
a.       Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan alat-alat atau benda keras.
b.      Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil gonorrhoe menular pada bayi, yang pada ahkirnya setelah bayi lahir mengalami sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan.
c.       Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya:
Xeropthalmia; yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A.
Trachoma; yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis.
§  Catarac; yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih.
§  Glaucoma; yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam bola mata, sehingga tekanan pada bola mata meningkat.
§  Diabetik Retinopathy; adalah gangguan pada retina yang disebabkan karena diabetis. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah dan dapat dipengaruhi oleh kerusakan sistem sirkulasi hingga merusak penglihatan.
§  Macular Degeneration; adalah kondisi umum yang agak baik, dimana daerah tengah dari retina secara berangsur memburuk. Anak dengan retina degenerasi masih memiliki penglihatan perifer akan tetapi kehilangan kemampuan untuk melihat secara jelas objek-objek di bagian tengah bidang penglihatan.
§  Retinopathy of prematurity; biasanya anak yang mengalami ini karena lahirnya terlalu prematur. Pada saat lahir masih memiliki potensi penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan prematur biasanya ditempatkan pada inkubator yang berisi oksigen dengan kadar tinggi, sehingga pada saat bayi dikeluarkan dari inkubator terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak normal dan meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada selaput jala (retina) dan tunanetra total.
d. Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari kendaraan, dll.
D.    GEJALA TUNANETRA
1.      Menggosok-gosokkan mata secara berlebihan,
2.       Merasa pusing atau sakit kepala.
3.       Kabur atau penglihatan ganda.
4.       Mata gatal, panas atau merasa ingin menggaruk karena gatal.
5.       Menyipitkan mata atau mengkerutkan dahi ketika melihat benda-benda yang agak jauh.

E.     CIRI-CIRI TUNANETRA
v  Ciri Fisik
1.      Tidak tertarik perhatiannya pada objek penglihatan atau pada tugas-tugas yang memerlukan penglihatan seperti melihat gambar atau membaca.
2.      Mata juling, sering berkedip,
3.      Kelopak mata merah, mata infeksi,
4.      Mata selalu berair, dan pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.

v  Ciri-Ciri Psikis
Secara psikis anak tunanetra dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Mental/intelektual
Intelektual atau kecerdasan anak tunanetra umumnya tidak berbeda jauh dengan anak normal/awas. Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pada batas atas sampai batas bawah, jadi ada anak yang sangat pintar, cukup pintar dan ada yang kurang pintar. Intelegensi mereka lengkap yakni memiliki kemampuan dedikasi, analogi, asosiasi dan sebagainya. Mereka juga punya emosi negatif dan positif, seperti sedih, gembira, punya rasa benci, kecewa, gelisah, bahagia dan sebagainya.

2. Sosial
a. Hubungan sosial yang pertama terjadi dengan anak adalah hubungan dengan ibu, ayah, dan anggota keluarga lain yang ada di lingkungan keluarga. Kadang kala ada orang tua dan anggota keluarga yang tidak siap menerima kehadiran anak tunanetra, sehingga muncul ketegangan, gelisah di antara keluarga. Akibat dari keterbatasan rangsangan visual untuk menerima perlakuan orang lain terhadap dirinya.
b. Tunanetra mengalami hambatan dalam perkembangan kepribadian dengan timbulnya beberapa masalah antara lain:
§  Curiga terhadap orang lain. Akibat dari keterbatasan rangsangan visual, anak tunanetra kurang mampu berorientasi dengan llingkungan, sehingga kemampuan mobilitaspun akan terganggu. Sikap berhati-hati yang berlebihan dapat berkembang menjadi sifat curiga terhadap orang lain. Untuk mengurangi rasa kecewa akibat keterbatasan kemampuan bergerak dan berbuat, maka latihan-latihan orientasi dan mobilitas, upaya mempertajam fungsi indera lainnya akan membantu anak tunanetra dalam menumbuhkan sikap disiplin dan rasa percaya diri.
§  Perasaan mudah tersinggung. Perasaan mudah tersinggung dapat disebabkan oleh terbatasnya rangsangan visual yang diterima. Pengalaman sehari-hari yang selalu menumbuhkan kecewa menjadikan seorang tunanetra yang emosional.
§  Ketergantungan yang berlebihan. Ketergantungan ialah suatu sikap tidak mau mengatasi kesulitan diri sendiri, cenderung mengharapkan pertolongan orang lain. Anak tunanetra harus diberi kesempatan untuk menolong diri sendiri, berbuat dan bertanggung jawab. Kegiatan sederhana seperti makan, minum, mandi, berpakaian, dibiasakan dilakukan sendiri sejak kecil.

3. Perilaku
        Ada beberapa ciri-ciri tingkah laku yang tampak sebagai petunjuk dalam mengenal anak yang mengalami gangguan penglihatan secara dini:
a.       Menggosok mata secara berlebihan
b.      Menutup atau melindungi mata sebelah, memiringkan kepala atau mencondongkan kepala ke depan.
c.       Sukar membaca atau dalam mengerjakan pekerjaan lain yang sangat memerlukan penggunaan mata.
d.      Berkedip lebih banyak daripada biasanya atau lekas marah apabila mengerjakan suatu pekerjaan.
e.       Membawa bukunya ke dekat mata.
f.       Tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh.
g.      Menyipitkan mata atau mengkerutkan dahi.
h.      Tidak tertarik perhatiannya pada objek penglihatan atau pada tugas-tugas yang memerlukan penglihatan seperti melihat gambar atau membaca.
i.        Janggal dalam bermain yang memerlukan kerjasama tangan dan mata.
j.        Menghindar dari tugas-tugas yang memerlukan penglihatan atau memerlukan penglihatan jarak jauh.

F.     KLASIFIKASI ANAK TUNANETRA
Klasifikasi tunanetra secara garis besar dibagi empat yaitu:
1.      Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan
a.       Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.
b.      Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
c.       Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
d.      Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
e.       Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.

2. Berdasarkan kemampuan daya penglihatan
a.       Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.
b.      Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.
c.       Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.



3.      Berdasarkan pemeriksaan klinis
a.       Tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan atau memiliki bidang penglihatan kurang dari 20 derajat.
b.      Tunanetra yang masih memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200 yang dapat lebih baik melalui perbaikan.
4. Berdasarkan kelainan-kelainan pada mata
a.       Myopia; adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa negatif.
b.      Hyperopia; adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa positif.
c.       Astigmatisme; adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada retina. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita astigmatisme digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris.

5. Secara pendidikan
     Secara pendidikan tunanetra dikelompokkan menjadi:
a.       Mereka mampu membaca cetakan standar.
b.      Mampu membaca cetakan standar dengan menggunakan kaca pembesar.
c.       Mampu membaca cetakan besar (ukuran Huruf No. 18).
d.      Mampu membaca cetakan kombinasi cetakan regular dan cetakan besar.
e.       Membaca cetakan besar dengan menggunakan kaca pembesar.
f.       Menggunakan Braille tetapi masih bisa melihat cahaya (sangat berguna untuk mobilitas).
g.      Menggunakan Braille tetapi tidak punya persepsi cahaya.



G.    DAMPAK
Penglihatan merupakan salah satu saluran informasi yang sangat penting bagi manusia selain pendengaran, pengecap, pembau, dan perabaan. Pengalaman manusia kira-kira 80 persen dibentuk berdasarkan informasi dari penglihatan. Di bandingkan dengan indera yang lain indera penglihatan mempunyai jangkauan yang lebih luas. Pada saat seseorang melihat sebuah mobil maka ada banyak informasi yang sekaligus diperoleh seperti misalnya warna mobil, ukuran mobil, bentuk mobel, dan lain-lain termasuk detail bagian-bagiannya. Informasi semacam itu tidak mudah diperoleh dengan indera selain penglihatan. Kehilangan indera penglihatan berarti kehilangan saluran informasi visual. Sebagai akibatnya penyandang kelainan penglihatan akan kekuarangan atau kehilangan informasi yang bersifat visual.
Seseorang yang kehilangan atau mengalami kelainan penglihatan, sebagai kompensasi, harus berupaya untuk meningkatkan indera lain yang masih berfungsi. Seberapa jauh dampak kehilangan atau kelainan penglihatan terhadap kemampuan seseorang tergantung pada banyak faktor misalnya kapan (sebelum atau sesudah lahir, masa balita atau sesudah lima tahun) terjadinya kelainan, berat ringannya kelainan, jenis kelainan dan lain-lain. Seseorang yang kehilangan penglihatan sebelum lahir sering sampai usia lima tahun pengalaman visualnya sangat sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Sedangkan yang kehilangan penglihatan setelah usia lima tahun atau lebih dewasa biasanya masih memiliki pengalaman visual yang lebih baik tetapi memiliki dampak yang lebih buruk terhadap penerimaan diri.
1.      Dampak terhadap Kognisi
Kognisi adalah persepsi individu tentang orang lain dan obyek-obyek yang diorganisasikannya secara selektif. Respon individu terhadap 8 orang dan obyek tergantung pada bagaimana orang dan obyek tersebut tampak dalam dunia kognitifnya ,dan citra atau “peta” dunia setiap orang itu bersifat individual. Setiap orang mempunyai citra dunianya masingmasing karena citra tersebut merupakan produk yang ditentukan oleh factor-faktor berikut: (1) Lingkungan fisik dan sosisalnya, (2) struktur fisiologisnya, (3) keinginan dan tujuannya, dan (4) pengalaman-pengalaman masa lalunya. Dari keempat faktor yang menentukan kognisi individu tunanetra menyandang kelainan dalam struktur fisiologisnya, dan mereka harus menggantikan fungsi indera penglihatan dengan indera-indera lainnya untuk mempersepsi lingkungannya. Banyak di antara mereka tidak pernah mempunyai pengalaman visual, sehingga konsepsi orang awas mereka tentang dunia ini sejauh tertentu mungkin berbeda dari konsepsi orang awas pada umumnya.
2. Dampak terhadap Keterampilaan Sosial
Orang tua memainkan peranan yang penting dalam perkembangan sosial anak. Perlakuan orang tua terhadap anaknya yang tunanetra sangat ditentukan oleh sikapnya terhadap ketunanetraan itu, dan emosi merupakan satu komponen dari sikap di samping dua komponen lainnya yaitu kognisi dan kecenderungan tindakan. Ketunanetraan yang terjadi pada seorang anak selalu menimbulkan masalah emosional pada orang tuanya. Ayah dan ibunya akan merasa kecewa, sedih, malu dan berbagai bentuk emosi lainnya. Mereka mungkin akan merasa bersalah atau saling menyalahkan, mungkin akan diliputi oleh rasa marah yang dapat meledak dalam berbagai cara, dan dalam kasus yang ekstrem bahkan dapat mengakibatkan perceraian. Persoalan seperti ini terjadi pada banyak keluarga yang mempunyai anak cacat.
Pada umumnya orang tua akan mengalami masa duka akibat kehilangan anaknya yang “normal” itu dalam tiga tahap; tahap penolakan, tahap penyesalan, dan akhirnya tahap penerimaan, meskipun untuk orang 9 tua tertentu penerimaan itu mungkin akan tercapai setelah bertahun-tahun. Proses “dukacita” ini merupakan proses yang umum terjadi pada orang tua anak penyandang semua jenis kecacatan. Sikap orang tua tersebut akan berpengaruh terhadap hubungan di antara mereka (ayah dan ibu) dan hubungan mereka dengan anak itu, dan hubungan tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi perkembangan emosi dan sosial anak.
3. Dampak terhadap Bahasa
                        Pada umumnya para ahli yakin bahwa kehilangan penglihatan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan memahami dan menggunakan bahasa, dan secara umum mereka berkesimpulan bahwa tidak terdapat defisiensi dalam bahasa anak tunanetra. Mereka mengacu pada banyak studi yang menunjukkan bahwa siswa-siswa tunanetra tidak berbeda dari siswa-siswa yang awas dalam hasil tes intelegensi verbal. Mereka juga mengemukakan bahwa berbagai studi yang membandingkan anak-anak tunanetra dan awas tidak menemukan perbedaan dalam aspekaspek utama perkembangan bahasa. Karena persepsi auditif lebih berperan daripada persepsi visual sebagai media belajar bahasa, maka tidaklah mengherankan bila berbagai studi telah menemukan bahwa anak tunanetra relatif tidak terhambat dalam fungsi bahasanya. Banyak anak tunanetra bahkan lebih termotivasi daripada anak awas untuk menggunakan bahasa karena bahasa merupakan saluran utama komunikasinya dengan orang lain.
                 Secara konseptual sama bagi anak tunanetra maupun anak awas, karena makna kakat-kata dipelajarinya melalui konteksnya dan penggunaannya di dalam bahasa. Sebagaimana halnya dengan semua anak, anak tunanetra belajar kata-kata yang didengarnya meskipun kata-kata itu tidak terkait dengan pengalaman nyata dan tak ada makna baginya. Kalaupun anak tunanetra mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya, hal itu bukan semata-mata akibat langsung dari ketunanetraannya melainkan terkait dengan cara orang lain 10 memperlakukannya. Ketunanetraan tidak menghambat pemrosesan informasi ataupun pemahaman kaidah-kaidah bahasa.
4.  Dampak terhadap Orientasi dan Mobilitas
Mungkin kemampuan yang paling terpengaruh oleh ketunanetraan untuk berhasil dalam penyesuaian social individu tunanetra adalah kemampuan mobilitas yaitu ketrampilan untuk bergerak secara leluasa di dalam lingkungannya. Ketrampilan mobilitas ini sangat terkait dengan kemampuan orientasi, yaitu kemampuan untuk memahami hubungan lokasi antara satu obyek dengan obyek lainnya di dalam lingkungan (Hill dan Ponder,1976). Para pakar dalam bidang orientasi dan mobilitas telah merumuskan dua cara yang dapat ditempuh oleh individu tunanetra untuk memmproses informasi tentang lingkungannya, yaitu dengan metode urutan (sequncial mode) yang menggambarkan titk-titik di dalam lingkungan sebagai rute yang berurutan, atau dengan metode peta kognitif yang memberikan gambaran topografis tentang hubungan secara umum antara berbagai titik di dalam lingkungan (Dodds et al dalam Hallahan dan Kaufman,1991). Metode peta kognitif lebih direkomendasikan karena cara tersebut menawarkan fleksibilitas yang lebih baik dalam menavigasi lingkungan. Bayangkan tiga titik yang berurutan – A, B, dan C. Memproses informasi tentang orientasi lingkungan dengan metode urutan membatasi gerakan individu sedemikian rupa sehingga dia dapat bergerak dari A ke C hanya melalui B. Tetapi individu yang memiliki peta kognitif dapat pergi dari titik A langsung ke titik C tanpa memlalui B.
Akan tetapi, metode konseptualisasi ruang apapun , metode urutan ataupun metode peta kognitif- individu tunanetra tetap berkekurangan dalam bidang mobilitas dibandingkan dengan sebayanya yang awas. Mereka kurang mapu atau tidak mampu sama sekali menggunakan “visual metaphor” (Hallahan dan Kauffman, 1991:310) Di samping itu, para palancong tunanetra harus lebih bergantung pada ingatan untuk memperoleh gambaran tentang lingkungannya dibandingkan dengan individu yang awas (Holfield & Fouke dalam Hallahan dan Kauffman, 1991)
Untuk membentuk mobilitas itu, alat bantu yang umum dipergunakan oleh orang tuna netra di Indonesia adalah tongkat, sedangkan di banyak negara barat penggunaan anjing penuntun (guide dog) juga populer. Dan penggunaan alat elektronik untuk membantu orientasi dan mobilitas individu tunanetra masih terus dikembangkan. Agar anak tuna netra memiliki rasa percaya diri untuk bergerak secara leluasa di dalam lingkungannya dala bersosialisasi, mereka harus memperoleh latihan orientasi dan mobilitas. Program latihan orientasi dan mobilitas tersebut harus mencakup sejumlah komponen, termasuk kebugaran fisik, koordinasi motor, postur, keleluasaan gerak, dan latihan untuk mengembangkan fungsi indera –indera yang masih berfungsi.

H.    LAYANAN PENDIDIKAN
A.    Jenjang Pendidikan. Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB)
1)      Program Kegiatan Belajar
·         Program Umum: pembentukan perilaku melalui pengembangan Pancasila, agama, disiplin, perasaan/emosi dan kemampuan bermasyarakat, serta pengembangan kemampuan berbahasa, daya pikir, daya cipta, keterampilan dan jasmani.
·         Program khusus: Orientasi dan Mobilitas.
2)      Susunan Program Pengajaran:
·         Kegiatan Belajar 3 jam per hari, setiap jam pelajaran lamanya 30 menit.
·         Lama Pendidikan: berlangsung selama satu sampai tiga tahun
·         Usia: sekurang-kurangnya berusia 3 tahun
·         Rasio guru dan murid: 1 guru membimbing 5 peserta didik.

3)      Sistem guru:
·         Guru kelas, kecuali untuk bidang pengembangan Orientasi dan Mobilitas.
·         Team Teaching.
B.     Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
1) Kurikulum
·         Program Umum: : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Kerajian Tangan dan Kesenian, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
·         Program Khusus: Orientasi dan Mobilitas, dan Braille
·         Program Muatan Lokal antara lain: Bahasa Daerah, Bahasa Inggris, Kesenian Daerah atau lainnya yang telah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan setempat.
2)  Susunan Program Pengajaran
·         Kegiatan belajar sekurang-kurangnya 30 sampai 42 jam pelajaran tiap minggu.
·         Untuk kelas I dan II setiap jam pelajaran lamanya 30 menit, kelas III sampai dengan VI setiap jam pelajaran lamanya 40 menit
·         Lama Pendidikan: berlangsung selama sekurang-kurangnya 6 tahun.
·         Usia: sekurang-kurangnya berusia 6 tahun
·         Rasio guru dan murid: 1 guru mengajar maksimal 12 siswa.
3)      Sistem guru:
·         Guru Kelas, kecuali untuk mata pelajaran Orientasi dan Mobilitas, pendidikan
Agama, pendidikan jasmani dan Kesehatan.
·         Team teaching
Mengembangkan program pendidkan individual bagi siswa tunanetra yang membutuhkan layanan tertentu.
C.     Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB)
1)  Kurikulum:
·         Program Umum: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Bahasa Inggris.
·         Program Khusus: Orientasi dan Mobilitas, dan Braille.
·         Program Muatan Lokal:Bahasa Daerah, Kesenian Daerah atau lainnya yang telah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan setempat.
·         Program Pilihan: paket keterampilan Rekayasa, Pertanian, Usaha dan Perkantoran, Kerumahtanggaan, dan Kesenian.
2)   Susunan Program Pengajaran:
·         Kegiatan belajar sekurang-kurangnya 42 jam pelajaran tiap minggu. Setiap jam pelajaran lamanya 45 menit. Alokasi waktu program umum, program khusus dan muatan lokal kurang lebih 48%, sedangkan alokasi waktu program pilihan kurang lebih 52%.
·         Lama Pendidikan: berlangsung selama sekurang-kurangnya 3 tahun.
·         Siswa: telah tamat Sekolah Dasar Luar Biasa atau satuan pendidikan yang sederajat/setara.
·         Rasio guru dan murid: 1 guru mengajar maksimal 12 siswa.
3)      Sistem guru:
·         Guru mata pelajaran
D.  Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB)
1)  Kurikulum:
·         Program Umum: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Bahasa Inggris.
·          Program Khusus: Braille
·         Program Pilihan: paket keterampilan Rekayasa, Pertanian, Usaha dan Perkantoran, Kerumahtanggaan, dan Kesenian.
2)  Susunan Program Pengajaran:
·         Kegiatan belajar sekurang-kurangnya 42 jam pelajaran tiap minggu. Setiap jam pelajaran lamanya 45 menit. Alokasi waktu program umum kurang lebih 38%, sedangkan alokasi waktu program plihan kurang lebih 62%.
·         Lama Pendidikan: berlangsung selama sekurang-kurangnya 3tahun.
·         Siswa: telah tamat Sekolah Menengah Pertama atau yang sederajat/setara.
·         Rasio guru dan murid: 1 guru mengajar maksimal 12 siswa
3) Sistem Guru: guru mata pelajaran.



I.       MODEL PENDIDIKAN
a.       Pendidikan Khusus (SLB)
SLB adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. 1) Sekolah Luar Biasa (SLB) Tunanetra; yaitu sekolah yang hanya memberikan pelayanan pendidikan kepada anak tunanetra.
2) Sekolah Dasar Luar Biasa; yaitu sekolah yang menyelenggarakan pendidikan khusus, dengan bermacam jenis kelainan yaitu tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa.
b.      Pendidikan Terpadu
Pendidikan Terpadu ialah model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus yang diselenggarakan bersama-sama dengan anak normal dalam satuan pendidikan yang bersangkutan di sekolah reguler (SD,SMP, SMA dan SMK) dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan (Kepmendikbud No. 002/U/1986). Dalam pendidikan terpadu harus disiapkan: 1) Seorang guru Pembimbing Khusus (Guru PLB)2) Sebuah ruangan khusus yang dilengkapi dengan alat pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus . Ruangan khusus ini dibuat dengan tujuan apabila anak yang berkebutuhan khusus tersebut mengalami kesulitan di dalam kelas, maka ia dibawa ke ruang khusus untuk diberi pelayanan dan bimbingan oleh guru Pembimbing Khusus. Bimbingan ini dapat berupa: (a) bantuan untuk lebih memahami dan menguasai materi pelajaran, dengan menggunakan alat bantu atau alat peraga, (b) pengayaan agar ketika anak belajar di kelas bersama anak lainnya anak tunanetra sudah siap menerima materi pelajaran, (c) rehabilitasi sosial bagi anak berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan dalam bergaul dengan teman sebayanya.
c.       Guru Kunjung
Di dalam sistem Pendidikan Luar Biasa terdapat sebuah model pelayanan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus yaitu dengan model Guru Kunjung. Model guru kunjung ini dilakukan dalam upaya pemerataan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus usia sekolah. Oleh karena sesuatu hal, anak tsb tidak dapat belajar di sekolah khusus atau sekolah lainnya, seperti:
1) Tempat tinggal yang sulit dijangkau akibat dari kemampuan mobilitas yang terbatas
2) Jarak sekolah dan rumah terlalu jauh
3) Kondisi anak tunanetra yang tidak memungkinkan untuk berjalan.
4) Menderita penyakit yang berkepanjangan
5) Dll.
Pelayanan pendidikan dengan model guru kunjung ini bisa dilaksanakan di beberapa tempat, diantaranya;
1) Rumah anak tunanetra sendiri
2) Pada sebuah tempat yang dapat menampung beberapa anak tunanetra
3) Rumah sakit
4) Dll.
Kurikulum yang digunakan pada model guru kunjung adalah kurikulum PLB, kemudian dikembangkan kepada program pendidikan individual yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing anak.
d.      Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif adalah pendidikan reguler yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa yang memerlukan pendidikan khusus pada sekolah reguler dalam satu kesatuan yang sistemik. Berdasarkan Keputusan Mendikbud No. 0491/U/1992, anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus seperti tunanetra dapat belajar secara terpadu dengan anak sebaya lainnya dalam satu sistem pendidikan yang sama. Layanan pendidikan di dalam pendidikan inklusif memperhatikan:
1. Kebutuhan dan kemampuan siswa
2. Satu sekolah untuk semua
3. Tempat pembelajaran yang sama bagi semua siswa
4. Pembelajaran didasarkan kepada hasil assessment
5. Tersedianya aksesibilitas yang sesuai dengan kebutuhan siswa, sehingga siswa merasa aman dan nyaman.
6. Lingkungan kelas yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa
Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum yang fleksibel, yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Anak dengan  gangguan penglihatan (Tunanetra) adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihataan sedemikian rupa, sehingga membutuhkaan layanan  khusus dalam pendidikan maupun kehidupannya. Faktor yang menyebabkan terjadinya ketunanetraan dibagi menjadi dua yaitu Pre-natal dan juga post natal.
Anak yang mengalami gangguan pengllihatan (Tunanetra) memiliki dampak pada beberapa aspek seperti Dampak terhadap Kognisi, Dampak terhadap Keterampilaan Sosial, Dampak terhadap Bahasa, Dampak terhadap Orientasi dan Mobilitas.












  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 komentar:

calindaulsh mengatakan...

Tungsten G-1000Ti Titanium vs Tungsten Glass | Titanium Arts
Tungsten glass is designed to provide depth and sensitivity for mens titanium watches the entire surface. titanium rimless glasses Tungsten glass is made of aluminum oxide and 출장마사지 stainless does titanium set off metal detectors steel. In addition, titanium guitar chords

senedeau mengatakan...

cp625 nfl jerseys,jordans shoes,jordans for sale,cheap nfl jerseys,Cheap Jerseys from china,wholesale nfl jerseys,Cheap Jerseys china,wholesale nfl jerseys,cheap nfl jerseys cc802

Posting Komentar